Rabu, 02 September 2015

Shalat di daerah Circumpolar



A.           PENDAHULUAN
Shalat merupakan kewajiban yang waktunya telah ditetapkan, sebagaimana firman Allah yang artinya “Sesunggunya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”
Shalat itu dibagi pada yang wajib dan yang sunnah. Shalat yang paling penting adalah shalat lima waktu yang wajib dilakukan setiap hari. Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban ini atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan syahadat, karena shalat termasuk salah satu rukun Islam. Kewajiban menegakkan shalat pada waktunya berdasarkan ketetapan agama, dan tidak mempunyai tempat untuk dianalisa serta ijtihad dalam masalah ini, dan tidak pula taqlid.
Rasulullah bersabda: “Shalat itu adalah tiangnya agama, barang siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agama” (Al-Hadits).
Hal ini dipertegas oleh firman Allah swt
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوتِ وَالصَّلوةِ الْوُسْطَ وَقُوْمُوْا لِلَّهِ قَنِتِيْنَ.
Artinya: “Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 238).[1]
Dengan hujjah di atas, dapat dipahami betapa pentingnya melaksanakan dan memelihara shalat (shalat fardhu). Karena melaksanakan shalat merupakan salah satu ciri bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah swt dan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah berfirman
وَاَقِمِ الصَّلَاةَ لِلذِّكْرِيْ
Artinya: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaha [20]: 14)[2]
Jelas sekali, bahwa dengan shalat kita dituntut untuk bisa mengingat-Nya, mengingat kebesaran-Nya dan mengakui kerendahan diri di hadapan-Nya. Namun, ada sebagian orang yang salah mengartikan makna ayat ini, mereka beranggapan tidak wajib shalat kalau kita bisa mengingat-Nya tanpa melakukan gerakan shalat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Mereka hanya melihat esensi shalat semata, tidak melihatnya sebagai syari’at yang harus dilaksanakan oleh orang yang beriman.
Para ulama’ mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib dilaksanakan pada tiap-tiap waktunya.
Waktu kelima shalat fardhu diketahui berdasarkan sunnah nabi yang bersifat ‘amali’ atau perbuatan  yang diketahui secara mutawatir oleh kaum muslimin seluruh penjuru dunia. Shalat mempunyai waktunya sendiri. Oleh karena itu setiap shalat tidak boleh dilaksanakan sebelum datang atau setelah habis waktu nya, kecuali karena ada halangan.
Sebelum manusia menemukan hisab/perhitungan falak/astronomi, pada zaman Rasulullah waktu shalat ditentukan berdasarkan observasi terhadap gejala alam dengan melihat langsung matahari. lalu berkembang dengan dibuatnya jam suria serta jam istiwa atau jam matahari dengan kaidah bayangan matahari.
Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke Utara dan 23,5° ke Selatan selama periode 1 tahun, waktu-waktu tersebut bergesar dari hari-kehari. Akibatnya saat waktu shalat juga mengalami perubahan. oleh sebab itulah jadwal waktu shalat disusun untuk kurun waktu selama 1 tahun dan dapat dipergunakan lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak geografis serta ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi tersebut di atas.
Namun tidak semua belahan di dunia ini yang dapat melihat waktu shalat dengan gejala alam dengan mudah. Ada beberapa daerah yang abnormal, yakni terkadang memiliki malam yang lebih sempit atau siang yang lebih sempit. Hal itulah yang kemudian memerluhkan ijtihad kaum muslim. Hal inilah yang kemudian menarik perhatin penulis untuk mengupasnya dalam sebuah makalah dengan judul “SHALAT DI DAERAH CIRCUMPOLAR”


Fiqh dalam Sebuah Pengantar



A.     PENDAHULUAN
Perkara-perkara agama terdiri atas masalah aqidah, akhlaq, ibadah, mamalah dan hukuman. Semua itu kemudian dinamakan al-fiqhul akbar. Karena kajian kita berupa fiqih ibadah yang berkaitan dengan hukum-hukum syara’ yang berbentuk amali, maka dalam hal ini kita tidak memperbincangkan masalah aqidah dan akhlaq meskipun dua hal tersebut juga merupakan ranah fiqih.
Fiqih menjadi mahkota dalam ilmu agama, karena fiqih merupakan ilmu yang paling penting, bahkan dalam beberapa kitab Ta’lim disebutkan bahwa Fiqih merupakan suatu ilmu yang wajib dipelajari serta mendapat kedudukan pertama.
Fiqih yang merupakan sisi paraktikal dari syariat Islam, memiliki banyak keistimewaan, diantaranya
-         Fiqih Berasaskan kepada hukum Allah
-         Pembahasannya komprehensif mencakup segala aspek kehidupan
-         Fiqih sangat kental dengan karakter keagamaan
-         Fiqih memiliki hubungan yang erat dengan akhlaq
-         Balasan di dunia dan akhirat bagi yang tidak patuh
-         Fiqih mempunyai cirri sosial kemasyarakatan
-         Fiqih sesuai untuk diterapkan pada masa apapun
-         Fiqih memiliki tujuanmemberi kemanfaatan yang sempurna
Meski memiliki keistimewaan yang banyak, namun fiqih menjadi ilmu yang ‘ramah’, yang menyenangkan untuk dipelajari oleh semua kalangan.

Gender dalam Perspektif Islam


Kodrat perempuan sering dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran perempuan di dalam keluarga maupun masyarakat, kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran, sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas di sektor domestik. Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat pun memandang bahwa perempuan sebagai makhluk yang lemah, emosional, halus dan pemalu sementara laki-laki makhluk yang kuat, rasional, kasar serta pemberani. Perbedaan-perbedaan ini kemudian diyakini sebagai kodrat, sudah tetap yang merupakan pemberian Allah. Barang siapa berusaha merubahnya dianggap menyalahi kodrat bahkan menentang ketetapan Allah.
Gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan juga bukan kodrat Allah. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin biologis merupakan pemberian, kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang konstruksi secara sosial maupun kultural. Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. perbedaan gender dibentuk oleh masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis).
Sedangkan Islam merupakan agama yang diturunkan  Nabi saw sebagai nabi dan rasul terahir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manuasia hingga ahir zaman. Sebagai pedoman hidup, Islam bukan hanya mengatur urusan ibadah ataupun urusan manusia dengan Tuhan, Ia  mengatur secara kaffah (menyeluruh), termasuk hubungan manusia dengan manusia, politik, hukum, termasuk persoalan wanita (yang di dalamnya termasuk gender).

Senin, 28 April 2014

Dewata nan Menarik



Selasa 22 April 2014 hingga Jum’at 26 April 2014 saya berkunjung ke Bali dengan tujuan wali pitu. Jujur, seumur-umur hingga usiaku hampir memasuki kepala tiga, baru kali ini saya mengunjungi Bali.

Satu kata untuk mengungkapkan pariwisata bali, HEBAT. Pertama, Bali memang sangat indah, namun sebenarnya daerah lain di Indonesia juga tidak kalah indah. Namun Bali pandai mengemas dan menarik wisatawan untuk mengunjungi daerahnya. Bali memberi kesan tidaklah sempurna berwisata sebelum mengunjungi Bali.

Senin, 14 April 2014

Pileg yang Membuat Pilek


Pemilu legislatif baru saja kita lewati. Entah saya yang terlalu bodoh atau bagaimana, yang pasti saya merasa ada banyak ketidak puasan atas terselenggaranya pemilu ini. Saya merasa perlunya pembaharuan dalam cara/sistem pemilu.

Sabtu, 28 Juli 2012

Menulis lebih Mudah dari pada Merasakan


Pasca lulus dari bangku kuliah, ada beberapa keinginan (jangka pendek/program setengah tahun) terkait dengan perjalanan dan keluarga. Pertama, saya ingin jalan berdua bersama suami saja. Kedua, saya ingin jalan bertiga bersama suami dan anak kami. Ketiga, saya ingin jalan2 bersama keluarga besar ibu kandung saya dari Pasuruan.  Keempat, saya ingin jalan2 bersama keluarga besar ibu yang membesarkan saya dari Sidoarjo. Dan kelima, saya ingin jalan2 bareng bersama keluarga besar dari Abah, keluarga Cepu. Alhamdulillah, kesemuanya terlaksana dengana baik.

Senin, 23 Juli 2012

Problematika Hisab-Rukyah dalam Penetapan Awal Bulan



A.           PENDAHULUAN
Hampir setiap tahun umat Islam disibukkan dengan masalah “Kapan puasa, kapan lebaran, dan kapan idul adha, mengapa hampir selalu berbeda, tidak hanya berbeda dengan Arab saudi sebagai negara lain, tetapi juga berbeda dengan sesama saudara muslim di dalam negeri, Indonesia.” Pada dasarnya perbedaan dalam berhari raya atau  ‘hari raya kembar’ bukan hanya menjadi fenomena di Indonesia saja, namun juga menjadi fenemonena kebanyakan negara di dunia.
Penentuan awal bulan terutama Ramadhan dan Syawwal sampai saat ini memang masih banyak cara yang dianut, sehingga wajar jika sering terjadi perbedaan. Kuantitas madzhab dalam wacana hisab dan rukyah di Indonesia lebih banyak dibanding dengan kuantitas madzhab yang berkembang di masa fuqoha’ (masa awal-awal Islam) terdahulu. Adanya perbedaan ini dasar muaranya sama, yaitu perbedaan pemahaman terhadap dalil-dalil tentang hisab dan rukyah. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah karena adanya sentuhan Islam sebagai “great traditional” dan budaya lokal atau “little traditional” yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri yang terkadang di luar dugaan.
Perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan dan hari raya di Indonesia sangatlah beragam. Sehingga ini berimbas pada tidak samanya suatu golongan dengan golongan lain dalam menentukan awal Ramadhan dan hari raya. Fenomena ini membuat banyak orang sibuk mendiskusikan ide-ide untuk menyatukan umat Islam terutama dalam hal puasa Ramadhan dan hari raya.
Oleh karenanya, tinjauan fiqih dan ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini ilmu astronomi, perlu dimunculkan, dikaji, dan ditemukan titik kesepakatan, yang tidak melenceng dari maqasidus syari’ah-nya tentang pergantian bulan.