A.
PENDAHULUAN
Perkara-perkara agama terdiri atas masalah aqidah, akhlaq, ibadah,
mamalah dan hukuman. Semua itu kemudian dinamakan al-fiqhul akbar.
Karena kajian kita berupa fiqih ibadah yang berkaitan dengan hukum-hukum syara’
yang berbentuk amali, maka dalam hal ini kita tidak memperbincangkan masalah
aqidah dan akhlaq meskipun dua hal tersebut juga merupakan ranah fiqih.
Fiqih menjadi mahkota dalam ilmu agama, karena fiqih merupakan ilmu
yang paling penting, bahkan dalam beberapa kitab Ta’lim disebutkan bahwa Fiqih
merupakan suatu ilmu yang wajib dipelajari serta mendapat kedudukan pertama.
Fiqih yang merupakan sisi paraktikal dari syariat Islam, memiliki
banyak keistimewaan, diantaranya
-
Fiqih
Berasaskan kepada hukum Allah
-
Pembahasannya
komprehensif mencakup segala aspek kehidupan
-
Fiqih
sangat kental dengan karakter keagamaan
-
Fiqih
memiliki hubungan yang erat dengan akhlaq
-
Balasan
di dunia dan akhirat bagi yang tidak patuh
-
Fiqih
mempunyai cirri sosial kemasyarakatan
-
Fiqih
sesuai untuk diterapkan pada masa apapun
-
Fiqih
memiliki tujuanmemberi kemanfaatan yang sempurna
Meski memiliki keistimewaan yang banyak, namun fiqih menjadi ilmu
yang ‘ramah’, yang menyenangkan untuk dipelajari oleh semua kalangan.
B.
FIQH, SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
Secara terminologis fiqh merupakan kosa kata Arab yang berarti al-fahm
(pemahaman) atau al-’ilm (pengetahuan). Fiqh oleh Ibnu Manzur
dinyatakan sebagai al-‘ilmu bi al-syay’ wa al-fahm lah (pengetahuan
tentang sesuatu dan pemahaman mengenainya). Semula kata fiqh digunakan
oleh orang-orang Arab untuk menyebut seseorang yang ahli dalam membedakan unta
betina yang sedang birahi dari unta yang sedang hamil. Dalam konteks ini
penyebutan fiqh merepresentasikan sebuah pengetahuan yang umum dan tidak
terbatas dalam konteks hukum Islam sebagaimana juga dinyatakan di banyak tempat
di dalam al-Qur’an.
Seiring berjalannya waktu, fiqh kemudian lebih dikenal sebagai hasil
dari aktivitas manusia dan khususnya para sarjana yang berusaha menderivasi
hukum dari wahyu Tuhan. Jadi fiqh ibarat sebuah “anak” yang “diturunkan”
dari wahyu Tuhan yang luas, karena tentunya wahyu Tuhan tidak hanya mencakup
tentang hukum-hukumnya saja sebagai bagian dari aspek Islam. Dengan demikian,
jika fiqh merupakan ilmu tentang “hukum-hukum syari’at” dan menjadi
salah satu aspeknya saja, maka dibutuhkan definisi lain tentang apa yang
disebut sebagai syari’at itu; karena dua kata ini seringkali
disejajarkan penggunaannya.
Menjawab paradoks tersebut Muhammad Daud Ali memberikan uraian mengenai
pembedaan antara fiqh dan syari’at sebagai berikut ini:
1. Syari’at terdapat di dalam al-Qur’an dan kitab-kitab Hadits. Maksud dari
pembicaraan mengenai syari’at berarti menyangkut tentang wahyu Allah dan sunnah
Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Sementara itu fiqh terdapat dalam
kitab-kitab fiqh yang berarti pemahaman manusia yang memenuhi syarat
tentang syari’at dan hasil pemahaman itu.
2. Syari’at bersifat fundamental dan memiliki ruang lingkup yang lebih luas karena ke
dalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlak. Fiqh bersifat
instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut sebagai
perbuatan hukum.
3. Syari’at adalah
ciptaan Tuhan dan ketentuan Rasul-Nya dan karena itu berlaku abadi, sedang fiqh
adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke
masa.
4. Syari’at hanya satu, sedang fiqh mungkin lebih dari satu, seperti terlihat
pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah madzahib (jamak
dari madzhab).
5. Syari’at menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fiqh menunjukkan
keragamannya.
Dengan
demikian, syari’at berkaitan dengan semua ketetapan hukum yang
ditentukan langsung oleh Allah yang kemudian dimaktubkan dalam al-Qur’an dan
penjelasan Nabi saw sebagai Rasul-Nya yang saat ini dikumpulkan dalam
kitab-kitab hadits. Sedangkan fiqh
merupakan hasil ijtihad para fuqaha atas syari’at tersebut.
Penjelasan di atas memang cukup meyakinkan meskipun masih menyisakan
pertanyaan. Ini dikarenakan seolah-olah jika menggunakan waktu sebagai
kategorisasi atas apa yang disebut syari’at dan fiqh dapat
disimpulkan bahwa syari’at terjadi semasa Nabi saw dan dinisbatkan pada
diri Nabi sendiri sebagai penerima wahyu dan barulah fiqh sesudah masa
itu. Lalu apakah “seluruh ketetapan hukum” dalam arti faktual yang terjadi di
masa Nabi saw dipandang sebagai syari’ah yang abadi?
Karena
itulah sesungguhnya membedakan syari’ah dan fiqh dalam konteks
ini perlu mempertimbangkan sejauhmana aplikasi konsep keduanya. Jika syari’ah dikonsepkan sebagai sisi hukumnya, maka ia berarti fiqh.
Sedangkan jika syari’ah dipahami sebagai sebuah nilai yang terkandung
dalam setiap hukum Tuhan maka di sanalah terkandung sisi-sisi eternal dari
Islam itu. Beberapa pemikir seperti Hasbi ash-Shidieqy cenderung tidak terlalu
mempersoalkan perbedaan kata ini dan menganggap fiqh Islam dan syari’at
Islam serupa dengan terminologi lain yaitu hukum Islam yang akan menjadi
pembahasan selanjutnya.
Hukum Islam adalah sebuah kosa kata dalam bahasa Indonesia yang terdiri
dari dua akar kata, yaitu hukum dan Islam. Kata hukum Islam digunakan sebagai
padanan dari Islamic law dalam tradisi akademik Barat. Berbeda dengan
titik pijak hukum Islam yang dari “wahyu”, hukum dalam tradisi Barat berangkat
dari kebutuhan masyarakat untuk menjembatani kebiasaan mereka dalam sebuah
keteraturan dan ketertiban. John Gilissen dan Frits Gorle memberikan empat
prasyarat utama dalam pembicaraan mengenai kebiasaan hukum ini. Pertama,
kebiasaan itu tidak berlaku dalam konteks kebiasaan individual melainkan
kebiasaan kemasyarakatan. Kedua, kebiasaan itu menyangkut suatu perbuatan (komisi) atau penahanan
diri (omisi). Ketiga, kehidupan ini harus dialami oleh masyarakat
sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan mengikat, dan keempat, kebiasaan
itu dikukuhkan oleh penguasa umum.
Tentang kata Islamic law, para akademisi Barat menggunakannya baik
untuk mentransliterasi kata syari’at maupun fiqh. Namun
kecenderungan utama mereka menggunakannya untuk syari’at Islam sebagai
bentuk lain dari “hukum ketuhanan” yang membedakannya dari sistem-sistem hukum yang
didasarkan atas pertimbangan manusia. Noel J. Coulson melihat syari’at
itu dimaknainya sebagai sistem yang kaku dan kekal selain sebagai penjabaran
kemauan Tuhan. Meskipun demikian, agaknya Coulson tetap berpendapat bahwa
sistem hukum muncul karena kehendak manusia sehingga di sinilah cukup terasa
bagaimana pengaruh kuat pandangan positivistik akademisi Barat, meskipun yang
sedang diperhatikan adalah hukum agama.
Jika mengurai dari keterangan di atas, maka hukum Islam yang digunakan
untuk mentransliterasi Islamic law memang lebih dekat dengan pemahaman syari’at
(Islam) dalam arti hukum-hukum ketuhanan secara luas, atau apapun
yang “dibebankan” kepada manusia. Maka di Indonesia ketika mendengar kata “syari’at
Islam” sebagian masyarakat merasa kata-kata itu tidaklah tepat karena mereka
memahami syari’at sebagai “nilai-nilai ideal yang abadi” meskipun pada
kenyataanya yang dibahas adalah aspek fiqh. Sementara itu untuk
menggambarkan aspek hukum Islam sebagai derivasi dari syari’at yang eternal
itu seharusnya digunakan fiqh Islam dari bahasa Arab al-fiqh
al-Islamy. Dalam literatur Barat (bahasa Inggris) lebih tepat digunakan “Islamic
Jurisprudence” sebagaimana pengertian jurisprudence dalam tradisi
hukum di Amerika sebagai “legal science” atau “science of law”
yang memiliki spesifikasi kajian hukum
C.
SUMBER HUKUM
Secara pasti hukum bersumber pada Al-Qur’an. Namun Al-qur’an saja
tentu membutuhkan pemahaman, sehingga As-Sunnah menjadi pelengkapnya. Seiring
dengan perkembangan zaman, sumber hukum yang dijadikan pedoman umat Islam
bertambah sesuai dengan urutan keutamaannya. Berdasarkan penelitian, telah
ditetapkan bahwa dalil syara’ yang menjadi dasar pengambilan hukum ada 4 dengan
urutan penggunaan dalil-dalil tersebut sebagai berikut: Al-Qur’an, Hadits,
Ijma’ dan Qiyas.
Selain empat hal tersebut, ada beberapa dalil yang perlu untuk
menjadi rujukan dan pertimbangan. Memki kedudukannya ada ulama’ yang mesepakat,
dan sebagian lagi tidak.Jika dijabarkan, sember hukum Islam tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an
Adalah firman Allah yang diturunkan
dengan perantara malaikan Jibril kepada baginda Nabi Muhammad saw.
2.
As-Sunnah
Adalah ucapan, perbuatan dan
ketetapan Rasulullah saw
3.
Ijma’
Adalah kesepakatan semua mujtahid
muslim pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah saw atas hukum syara’
mengenai suatu kejadian
4.
Qiyas
Adalah menyamakan suatu hukum dari
peristiwa yang tidak memiliki nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki
nash hukum, sebab sama dalam illat hukumnya.
5.
Al-Istihsan
Adalah menganggap baik sesuatu
6.
Al-Marsalah al-Mursalah
Adalah mutlak, yaitu kemaslahatan
yang oleh syar’i tidak dibuatkan hukum untuk mewujutkannya, tidak ada dalil
dyara’ yang menunjukan dianggap atau tidaknya kemaslahatan tersebut.
7.
Al-Istishhab
Adalah pengakuan kebersamaan, yaitu
menghukumi sesuatu dengan keadaan seperti sebelumnya sampai ada dalil yang
menunjukkan perubahan keadaan itu.
8.
Al-Urf
Adalah adat, yaitu apa yang dikenal
oleh manusia dan menjadi tradisinya selama tidak menyimpang dari ketentuan
syariat
9.
Madzhab Shahabiy
Adalah sekelompok sahabat yang
memberikan fatwa dan menetapkan hukum bagi kaum muslimin
10.
Syar’u man Qablana
Adalah Syariat yang ditetapkan Allah
bagi umat-umat sebelum kita yang diceritakan melalui al-Qur’an maupun hadits.
D.
JENIS ILMU FIQIH
Secara garis besar, fiqh kemudian terbagi dalam 2 hal
1.
Fiqih
Ibadah
Hukum
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dalam bentuk ibadah yang
terbagi pada 5 bagian ; Shalat, Zakat, Puasa, Haji, dan Jihad. Dalam referensi
lain disebut mengatur seputar Bersuci, shalat, puasa, haji, zakat, nadzar,
sumpah, Qurban, maupun perkara lain yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah.
2.
Fiqih
Muamalah
Hukum
yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia baik sebagai individu
maupun sebagai sebagai sebuah komunitas. Hukum-hukum muamalah seperti hukum
transaksi, hukum membelanjakan harta, hukuman dan sebagainya. Terbagi dalam
beberapa pembahasan;
a.
Al-ahwal
asy-syakhsiyyah. Yang terkadang
disebut sebagai hukum perdata Islam. Hukum yang berhubungan dengan masalah
keluarga; pernikahan, talak, penisbatan keturunan keluarga, nafkah, waris, dll.
Dimaksudkan untuk menata hubungan suami-istri maupun kerabat yang lain
b.
Al-ahkam
al-muduniyyah (hukum
Perdata) yang kemudian dikenal dengan fiqih Muamalah. Hukum yang berhubungan
dengan masalah relasi diantara individu seperti ; jual-beli, pinjam-meminjam,
gadai, hutang-piutang, syirkah, dll. Dimaksudkan untuk mengatur masalah
keuangan dan harta yang terjadi diantara individu.
c.
Al-Ahkam
al-Jinayah (Hukum Pidana).
Yaitu hukum yang mengatur tindakan criminal. seperti : qishahsh, hukuman had bagi pencurian, zina,
tuduhan zina, murtad. Dimaksudkan untuk mengatur melindungi jiwa, harta,
kehormatan maupun hak manusia.
d.
Al-Ahkam
al-Murafa’at (Hukum proses
persidangan) Yaitu hukum yang mengatur masalah kehakiman, prosedur melakukan
tuduhan, menatapkan kasus dengan saksi, bukti, sumpah, dll
e.
Al-Ahkam
ad-Dusturiyyah (Hukum
Pemerintahan) yaitu hukum yang berhubungan dengan sistem pemerintahan dan juga
dasar pemerintahan
f.
Al-Ahkam
ad-Dauliyyah (Hukum
Internasional), yaitu hukum yang membahas masalah tata tertib hubungan antar
suatu Negara dengan Negara lain, baik dalam kondisi perang maupun damai.
g.
Al-Ahkam
al-Iqtishadiyyah (Hukum ekonomi
dan keuangan), yaitu hukum yang yang berhubungan dengan masalah hak individu
dalam masalah harta benda, ekonomi, dan keuangan.
h.
Akhlaq
dan adab (Kebaikan dan keburukan), yaitu hukum yang mengatur
perilaku manusia.
Demikian
pembagian fiqih secara umum. Namun demikian, fiqih kemudian meluas pada
pembahasan yang dipersempit semisal mengatur tentang kesenian dan entertainmen,
atau membahas persoalan halal dan haram saja, dan seterusnya.
Dalam
dunian perguruan tinggi, umumnya fiqih terbagi atas:
1). Fiqih Ibadah, yang membahas tentang
shalah, zakat, puasa dan haji.
2). Fiqih Mu’amalah, yang membahas masalah
perekonomian dan keuanganseperti jual-beli, perbankan, pertukaran harta, mukhashamad, amanah, warisan
3). Fiqih Munakahat, yang membahas masalah
hubungan ‘pertalian’ dengan sesama manusia atau keluarga seperti ; pernikahan,
perceraian, thalaq, iddah, hak asuh anak, dll
4). Fiqih Jinayah, yang membahas masalah
hubungan kepidanaan yang meliputi ; qishahsh, hukuman had bagi pencurian, zina,
tuduhan zina, murtad
5). Fiqih Siyasah, yang membahas masalah Politik,
Negara dan hubungan internasional
E.
TOKOH DALAM MADZHAB FIQIH
Munculnya madzhab bermula pada zaman sahabat Rasulullah saw.
Sebagai contoh ada madzhab Aisyah, Madzhab Abdullah bun Umar, dll. Kemudian
pada zaman tabi’in, lahir tujuh ahli fiqih yang termasyhur di Madinah. Pada abad ke 2 Hijriyyah yang
merupakan masa keemasan bagi ijtihad, muncul tigabelas ulama’ mujtahid yang
masyhur, namun kebanyakan madzhab hanya ada dalam kitab karena pengikut dan
penganutnya sudah tidak ada. Saat ini yang masih wujud dan masyhur adalah
sebagai berikut
1.
Abu
Hanafi, An-Nu’man bin Tsabit (80-150 H) yang kemudian mencetuskan madzhab
Hanafi.
2.
Imam
Malik bin Annas (93-179 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Maliki
3.
Muhammad
bin Idris Asy-Syafi’I (150-204 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Syafi’i
4.
Ahmad
bin Hambal asy-Syaibaini (164-241 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Hambali
5.
Al-Imam
Abu Abdullah Ja’far Ash-Shaddiq Al-Baqir bin Ali Zainal Abidib ibnu Husain
(80-148 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Imamiyyah
6.
Zaid
bin Ali Zainal Abidin Ibnuk Husain (w 122 H) merupakan imam golongan Syiah
Zaidiyyah
7.
Abusy
Sya’tsa’ At-Tabi’I, Jabir bin Zahid (w 193 H) Pencetus madzhab Ibadiyyah.
F.
PERBEDAAN PENDAPAT
Perbedaan pendapat bukan saja terjadi antara madzhab-madzhab,
tetapi juga dalam satu madzhab yang sama. Perbedaan pendapat terjadi pada
perkara cabang (furu’) dan perkara ijtihadiyyah, bukan dalam
perkara dasar atau I’tiqad. Penyebab timbulnya perbedaan pendapat adalah
adanya tingkat perbedaan pikiran dan akal manusia dalam memahami nash, cara
menyimpulkan hukum dari dalil, kemampuan mengetahui rahasia dan illat
hukumnya.sebab utama terjadinya perbedaan diantaranya:
-
Perbedaan
makna dalam kata bahasa arab
-
Perbedaan
periwayatan
-
Perbedaansumber
-
Perbedaan
kaidah ushul
-
Ijtihad
dengan qiyas
-
Pertentangan
dan tarjih diantara dalil-dalil.
G.
FIQH IBADAH
Ibadah merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup segala
perkara yang disukai dan diridhai Allah baik yang berbentuk perbuatan batin
maupun dzahir. Sehingga dinullah dapat diartikan sebagai ibadah
kepadaNya, menaatiNya dan tunduk kepadaNya.
Shalat, Zakat, Puasa, Haji, berkata benar, menunaikan amanah,
berbuat baik, silaturrahmi, memunaikan janji, amar ma’muf, menyantuni yang
lemah, berdoa, berdzikirt, membaca al-qur’an, cinta kepada Allah dan RasulNya,
sabar, tawakkal, syukur, dll dinamakan ibadah.
Ibadah merupakan tujuan yang disukai dan diridhai Allah. Semua
mahluk diciptakan untuk beribadah dan menyembah Nya sebagaimana dalah QS.
Ad-Dzaariyat: 56. Para Rasul pun diutus untuk mengajak manusia supaya beribadah
kepada Allah, maka ibadah yang benar adalah ibadah yang menyembah Allah dan
ibadah-badah lain pada Allah (mematuhi perintahNya).
Oleh karenanya para ahli fiqih biasanya mendahulukan pembahasan
mengenai ibadah dibanding pembahasan yang lain karena memang kedudukan ibadah
amat penting. Dalam fiqih ibadah yang akan dibahas adalah shalat, puasa, zakat,
haji dan jihad serta hal-hal yang terkait dengannya. Namun masalah jihad tidak
dibahas dalam perkuliahan ini. Secara khusus persoalan tersebut dapat
dipaparkan sebagai berikut
TEMA
|
BAB
|
SUB
BAB
|
DISKRIPSI
|
Shalat
|
Thaharah
|
Konsep
Thaharah
|
Pengertian,
pentingnya, syarat, jenis alat, jenis air, jenis barang suci, dll
|
Najis
|
Jenis najis
secara umum, ukuran najis yang dimaafkan, cara mensucikan najis, hukum
ghuslah, dll
|
||
Istinja’
|
Pengertian, perbedaan
dengan istibra’ dan istijmar, hukum, alat, sifat, cara, sunnah, adab, dll
|
||
Wudhu
|
Definisi,
hukum, rukun, syarat, sunnah, adab, fadhillah, makruh, batal, udhur,
larangan, dll
|
||
Bersiwak
|
Definisi,
hukum, cara, faedah, amalan, pendapat ulama’,dll
|
||
Mandi
|
Cirri,
penyebab, fardhu, sunnah, makruh, haram, mandi sunnah, mandi wajib, hukum
yang berhubungan,dll
|
||
Tayamum
|
Definisi,
Sebab, Rukun, cara, syarat, sunnah, makruh, batal, hukum, masa berlaku, dll
|
||
Haid, nifas
dan istihadhah
|
Definisi,
masaya, siklus, warna, hukum, dll
|
||
Shalat
|
Shalat
maktubah
|
Definisi,
syarat, sejarah, hikmah, hukum, waktu, syarat, rukun, dll
|
|
Adzan dan
Iqamah
|
Makna, hukum,
syarat, cara, kegunaan, sunnah, makruh, menjawab, bentuk, dll
|
||
Sujud di luar
Shalat
|
|||
I’tikaf
|
|||
Shalat di
daerah abnormal
|
|||
Shalat rukhshah
|
|||
Shalat Sunnah
|
|||
ShalatJum’at
|
|||
Shalat Gerhana
|
|||
Shalat Iddain
|
|||
Puasa
|
Puasa Wajib
|
Ramadhan
|
Syarat,
rukun, dll
|
Nadzar
|
|||
Kafarat
|
|||
Puasa Sunnah
|
|||
Puasa lainnya
|
|||
Sumpah dan
Nadzar
|
|||
Zakat
|
Zakat Firtah
|
||
Zakat mal
|
Perdagangan
|
||
Emas
|
|||
Peternakan
|
|||
Luqatah
|
|||
Pertambangan
|
|||
Pertanian,
dll
|
|||
Selain Zakat
|
Wakaf
|
||
Infaq
|
|||
Shadaqah,dll
|
|||
Ibadah sosial yang berhubungan dgn Allah
|
Qurban
|
||
Aqiqah
|
|||
Khitan
|
|||
Hewan buruan
|
|||
Halal-Haram
|
|||
Haji
|
Haji
|
||
Umrah
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar