Selasa 22 April
2014 hingga Jum’at 26 April 2014 saya berkunjung ke Bali dengan tujuan wali
pitu. Jujur, seumur-umur hingga usiaku hampir memasuki kepala tiga, baru kali
ini saya mengunjungi Bali.
Satu kata untuk
mengungkapkan pariwisata bali, HEBAT. Pertama, Bali memang sangat indah,
namun sebenarnya daerah lain di Indonesia juga tidak kalah indah. Namun Bali
pandai mengemas dan menarik wisatawan untuk mengunjungi daerahnya. Bali memberi
kesan tidaklah sempurna berwisata sebelum mengunjungi Bali.
Ketiga, Islam
di Bali bukanlah mayoritas, tetapi Bali dapat ‘memunculkan’ adanya wali pitu,
mengesankan kecerdasan sektor pariwisatanya. Setidaknya ada beberapa manfaat;
a). Masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa, menyukai wisata religi,
misalnya wisata ziarah wali songo. Dengan adanya wali pitu, wisatawan local
yang bukan usia anak sekolah pun menjadi bidikan, b). Kesan wisata Bali bukan
untuk kaum berjilbab dan bersarung menjadi jauh. Sekarang di Bali banyak kita
jumpai wisatawan-wisatawan berjilbab dan bersarung, Pak Yai pun tidak lagi tabu
untuk berwisata ke Bali, c). Dengan datangnya wisatawan-wisatawan religi ke
Bali akan mengenalkan Islam Di Indonesia yang moderat pada dunia. Kita tahu,
bahwa Bali dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai Negara, mereka akan melihat
bagaimana kaum Islam di Indonesia yang sebenarnya, bukanlah masyarakat yang
anarkis dan teroris, mereka adalah masyarakat yang dekokratis dan toleran.
Karena Islam, terutama muslim Indonesia memiliki dalil yang menjadi slogan lakum
diinukum waliya diin, bukan hanya dalam beragama, tetapi juga dalam
berperilaku, yang penting tidak saling mengganggu dan merugikan. Hal ini
lama-lama akan menjadi fenomena yang menarik, semenarik masyarakat Bali yang
patuh pada agama dan tradisi, tetap menggelar upacara dan mengganakan pakaian
adat ditengah hiruk pikuk wisatawan.
Keempat, Berwisata
ke bali ini lengkap. Mulai dari wisata religi, wisata alam, wisata belanja,
hingga wasata kuliner pun ada dalam satu paket. a). Wisata religi dengan wali
pitunya maupun puranya, b). Wisata alam, baik yang alami seperti tanah lot,
permainan dan air seperti di tanjung benoa, kebun binatang, maupun pelisiran
dengan kapal pesiar, dan masih banyak yang lain, c). Wisata belanja dengan
tingkatan harga, misalnya pasar Sukawati yang terkenal murah, kemudian Kresna
yang menengah, kemudian Joger untuk kelas diatas kresna, d). Wisata kuliner
bisa kita pilih, mau wisata kuliner menurut tempatnya seperti diatas bukit,
maupun wisata kuliner menurut menunya seperti makan ikan bakar, dan sebagainya.
Kelima,
Pelajaran lain dari perjalanan saya kali ini di Bali adalah tentang kepatuhan
dan toleransi. Setidaknya ada 2 hal; a). Pusat peribadatan Puja Mandala di Nusa
dua Bali yang kami kunjungi, adalah
tempat beribadah beberapa agama dalam satu lokasi. Ada Masjid agung Ibnu
Batutah, ada Gereja Katholik Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, ada Gereja
Protestan GKPB Jemaat Bukit Nusa, ada Vihara Buddha Guna, dan tak ketinggalan
Pura Jagatnatha. Semua berjalan berdampingan tanpa ada masalah, saling menolong
dan tidak menggangu. Saya sangat kagum dan terharu pada tempat ini. b). Cerita
tentang Gusti Ayu Made Rai atau Raden Ayu Pamecutan atau Siti Khotijah (salah
satu makan yang diziarahi). Dalam riwayatnya beliau adalah muslimah, seorang putri
raja yang beragama Hindu. Demi nama baik dan menjaga agama dan rakyatnya sang
Raja mengutus untuk membunuh putri kesayangannya, dan sang putri tetap
mempertahankan Islam sebagai agamanya meski tahu sang ayah memerintahkan
membunuhnya, mengesankan kepatuhan raja dan putri dalam beragama. Dan kenyataan
bahwa jasad sang putri diperlakukan sebagaimana Islam merawat mayat, beliau
dimakamkan bukan dibakar meskipun sebenarnya raja bisa saja memperlakukan jasad
sang putri sebagaimana orang hindu merawat mayat. Meskipun dimakamkan merupakan
permintaan sang putri, tetap saja hal ini memperlihatkan toleransi yang tinggi.
Beberapa
keistimewaan itu, cukuplah bagi saya untuk menyebut pariwisata Bali hebat dan
patut ditiru. Namun akan lebih sempurna bila Bali ditunjang dengan transportasi
umum yang lebih memadai untuk menjangkau satu lokasi ke lokasi yang lain.
Misalnya dengan membangun semacam terminal pariwisata yang menjadi transit
untuk wisatawan yang tidak rombongan untuk menjangkau wilayah-wilayah wisata,
misalnya dari terminal wisata menuju ke tanah lot, menju ke bedugul, menuju ke
pasar Sukawati, dan seterusnya. Atau dengan mengoperasikan semacam bus way
sebagaimana bus trans di Jakarta, Semarang, Jogja, Solo, maupun daerah lain
yang memiliki. Dengan memiliki alat transportasi demikian, wisatawan akan
memiliki banyak pilihan. Bisa dengan taxi, mobil sewaan, sepeda motor, maupun
‘bus wisata’. Tentunya dengan menyesuaikan kantong mereka. Berwisata ke Bali
menjadi lebih mudah dan murah. Sungguh menarik…
Berikut beberapa
jepretan dan kenangan selama di Bali;
Suasana di kapal penyebrangan Jawa-Bali
Selepas sarapan pagi. Bersama Pak Lek Nawawi, Pak Lek pancer
wali.
Bareng bu Lek Munawaroh
Bareng Budhe Kus, Lek Nawawi dan dek Anik (Bani Idris)
Di Tanah Lot bareng Dek Anik, Farohah, dan Fahd
Di Tanah Lot bersama Dek Anik, Dek Fifi, Aini, Ida, Farohah
dan Fahd
Di tanah Lot bersama Lek Nawawi dan rombongan
Masih di Tanah lot
Fahd melihat ombak
Di bedugul
Fahd dan Aini
Di Masjid Besar Al-Hidayah
Tidur di Bus (dalam perjalanan pulang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar