A.
PENDAHULUAN
Shalat merupakan kewajiban yang waktunya telah ditetapkan,
sebagaimana firman Allah yang artinya “Sesunggunya shalat itu adalah fardhu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”
Shalat itu
dibagi pada yang wajib dan yang sunnah. Shalat yang paling penting adalah shalat lima waktu yang wajib dilakukan setiap hari. Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang
menentang kewajiban ini atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan syahadat,
karena shalat termasuk salah
satu rukun Islam. Kewajiban menegakkan shalat pada waktunya berdasarkan ketetapan agama, dan tidak mempunyai
tempat untuk dianalisa serta ijtihad dalam masalah ini, dan tidak pula taqlid.
Rasulullah bersabda: “Shalat itu adalah tiangnya agama,
barang siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan agama, dan
barang siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agama”
(Al-Hadits).
Hal
ini dipertegas oleh firman Allah swt
حَافِظُوْا
عَلَى الصَّلَوتِ وَالصَّلوةِ الْوُسْطَ وَقُوْمُوْا لِلَّهِ قَنِتِيْنَ.
Artinya: “Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan
(peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 238).[1]
Dengan hujjah di atas, dapat dipahami betapa
pentingnya melaksanakan dan memelihara shalat (shalat fardhu). Karena
melaksanakan shalat merupakan salah satu ciri bagi orang yang mengaku beriman
kepada Allah swt dan sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah berfirman
وَاَقِمِ
الصَّلَاةَ لِلذِّكْرِيْ
Jelas sekali, bahwa dengan shalat kita dituntut untuk bisa
mengingat-Nya, mengingat kebesaran-Nya dan mengakui kerendahan diri di
hadapan-Nya. Namun, ada sebagian orang yang salah mengartikan makna ayat ini,
mereka beranggapan tidak wajib shalat kalau kita bisa mengingat-Nya tanpa
melakukan gerakan shalat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Mereka hanya
melihat esensi shalat semata, tidak melihatnya sebagai syari’at
yang harus dilaksanakan oleh orang yang beriman.
Para ulama’ mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang
meninggalkan shalat karena
malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib dilaksanakan pada tiap-tiap waktunya.
Waktu kelima shalat fardhu diketahui berdasarkan sunnah nabi
yang bersifat ‘amali’ atau perbuatan
yang diketahui secara mutawatir oleh kaum muslimin seluruh penjuru
dunia. Shalat mempunyai waktunya sendiri. Oleh karena itu setiap shalat tidak
boleh dilaksanakan sebelum datang atau setelah habis waktu nya, kecuali karena
ada halangan.
Sebelum manusia menemukan hisab/perhitungan falak/astronomi,
pada zaman Rasulullah waktu shalat ditentukan berdasarkan observasi terhadap
gejala alam dengan melihat langsung matahari. lalu berkembang dengan dibuatnya
jam suria serta jam istiwa atau jam matahari dengan kaidah bayangan matahari.
Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke Utara dan 23,5° ke
Selatan selama periode 1 tahun, waktu-waktu tersebut bergesar dari hari-kehari.
Akibatnya saat waktu shalat juga mengalami perubahan. oleh sebab itulah jadwal
waktu shalat disusun untuk kurun waktu selama 1 tahun dan dapat dipergunakan
lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak geografis serta
ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi tersebut di atas.
Namun tidak semua belahan di dunia ini yang dapat melihat
waktu shalat dengan gejala alam dengan mudah. Ada beberapa daerah yang
abnormal, yakni terkadang memiliki malam yang lebih sempit atau siang yang
lebih sempit. Hal itulah yang kemudian memerluhkan ijtihad kaum muslim. Hal
inilah yang kemudian menarik perhatin penulis untuk mengupasnya dalam sebuah
makalah dengan judul “SHALAT DI DAERAH CIRCUMPOLAR”