Senin, 23 Juli 2012

Awal Bulan Ramadhan 1433 H



A.    PENDAHULUAN
Islam mengakui bahwa baik matahari maupun bulan bisa dijadikan alat penentu waktu. Tetapi dalam praktek ibadah, islam menggunakan kalender bulan qamariyah yang ditentukan berdasarkan penampakan hilal (bulan sabit purnama) sesaat setelah matahari terbenam. Alasan dipilihnya kalender qamariyyah nampaknya karena alasan kemudahan dalam dalam penentuan awal bulan dan kemudahan dalam mengenali tanggal dari perubahan bentuk (fase) bulan. Ini berbeda dengan kalender syamsiyah yang menekankan pada keajegan (konsistensi) terhadap perubahan musim, tanpa memperhatikan tanda perubahan hariannya.
Dalam perkembangan saat ini, dari segi teknis ilmiyah, penentuan awal bulan dapat dikatakan mudah, karena merupakan bagian dari ilmu eksata. Tetapi dalam penetapannya susah, karena menyangkut factor non eksata, seperti peerbedaan madzhab hukum (eg. Wujud al-hilal, ru’yah, dan madzhab lain), perbedaan mathla’ (daerah berlakunya kesaksian hilal) dan kepercayaan kepada pemimpin ummat yang tidak tunggal.


B.     HISAB-RUKYAH
1.      Pengertian Hisab.
Hisab secara harfiyah bermakana perhitungan. Di dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Ilmu hisab (falak) [1] adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang, dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.
  
B.      Pengertian Rukyah
Sedangkan rukyah[2] secara harfiah berarti melihat. Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata kepala. Yang dimaksud di sini adalah ru’yah al-hilal, yakni melihat atau mengamati hilal pada saat matahari terbenam menjelang awal bulan qomariyyah dengan mata atau teleskop. Dalam astronomi dikenal dengan observasi. Dengan demikian, rukyah  adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit untuk pertama kalinya setelah ijtima’ (konjungsi), yaitu saat matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang.
Aktivitas rukyah dilaksanakan pada saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtima’[3] atau tanggal 29 pada bulan-bulan qomariyah. Jika hilal berhasil di ru’yah (dilihat), maka pada petang maghrib waktu setempat telah memasuki tanggal satu atau bulan baru, namun jika tidak terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bagian dari penanggalan bulan yang sedang berlangsung, atau bulan itu genap berjumlah 30 hari.

3.      Pengertian Hilal.
Karena peredarannya mengelilingi bumi, ada kalanya bulan berada di antara bumi dan matahari. Saat itu terjadi, kita di bumi melihat bulan tak bercahaya yang disebut dengan bulan mati atau bulan baru.
Tak lama setelah terjadi bulan baru, bulan bergeser dari posisinya. Jika dilihat dari bumi, bulan mulai tampak sebagai sabit tipis. Hilal adalah bulan sabit paling tipis yang bisa dilihat mata setelah bulan baru.
Hilal adalah bulan. Namun yang dimaksud hilal di sini adalah bulan sabit pertama yang bisa diamanati. Dalam bahasa Inggris disebut cresent, yaitu bulan sabit yang tampak pada beberapa saat setelah ijtima’.
Ada tingkat-tingkatan penamaan orang Arab untuk bulan, yaitu:
a.       Hilal, sebutan bulan yang nampak seperti sabit, antara tanggal sampai menjelang terjadinya rupa semu bulan pada terbit awwal.
b.      Badr, sebutan pada bulan purnama.
c.       Qamr, sebutan bagi bulan pada setiap keadaan.
Perubahan yang jelas dari hari ke-hari menjadikan bulan dijadikan penentu waktu ibadah yang baik. bukan hanya ummat Islam yang menggunakan bulan sebagai penentu waktu kegiatan keagamaan, ummat Hindu menggunakan bulan mati sebagai penentu hari Nyepi. Ummat Budha menggunakan bulan purnama sebagai penentu waktu waisak, umat kristiani menggunakan purnama pertama setelah vernal equinox (21 Maret) sebagai penentu paskah.
Islam mengakui matahari dan bulan sabagai penentu waktu, karena keduanya mempunyai periode peredaran yang teratur dan dapat dihitung. Matahari digunakan penentu pergantian tahun yang berhubungan dengan misim. Sedangkan untuk keperluan ibadah menggunakan kalender bulan (qamariyyah).
Pergantian hari pada kalender bulan mudah dikenali hanya dengan melihat bentuk-bentuk bulan. Hilal pada saat maghrib menunjukkan awal bulan. Bulan setengah pada saat maghrib menunjukkan tanggal 7 atau 8 (tergantung pengamatan hilal). Dan bulan purnama menunjukkan tanggal 14 atau 15  (tergantung pengamatan hilal). Fase-fase bulan jelas waktu perubahannya dari bentuk sabit sampai kembali ke sabit lagi. Sehingga Rasulullah member petunjuk praktis tentang penggunaan hilal sebagai penentu waktu melalui sabdanya: “berpuasalah bila melihatnya dan beridul fitrilah bila melihatnya”.

4.      Hisab dan Rukyah
Hisab dan rukyah pada dasarnya adalah dua sistem perhitungan dalam Islam untuk menetapkan berbagai momentum. Keduanya berjalan bersama, hampir tidak dapat dipisahkan, karena keduanya bersifat saling membantu, saling melengkapi, saling menutupi kekurangan satu sama lain, sehingga keduanya sama-sama dapat digunakan untuk penentuan awal bulan karena hisab dan rukyah dapat saling membantu (simbiosis mutualis). Umat Islam menggunakan hisab untuk menghitung kapan terjadinya konjungsi dan kapan hilal dapat dilihat, kemudian mereka melakukan rukyah untuk melihat bulan dan membuktikan, atau sebagai koreksi apakah saat itu hilal telah benar-benar nampak, untuk kemudian dapat disimpulkan kapan dimualainya bulan baru.
Hisab dan rukyah terkesan terjadi perbedaan dikarenakan perbedaan sistem perhitungan hisab dan atau perbedaan kriteria visibilitas hilal dapat terlihat. Hal ini mengesankan praktik keduanya terkadang tidak sejalan atau tidak bertepatan satu sama lain dalam persoalan penentuan awal bulan yang menyangkut ibadah.

5.      Ijtihadiyyah Hisab-Rukyat dalam Penetapan Awal Bulan.
Dalam terminology hukum islam, ijtihat adalah usaha sungguh-sungguh para ulama’ dalam menggunakan akalnya untuk menetapkan hukum sesuatu yang belum ditetapkan secara qath’I (pasti) dalam al-qur’an dan as-sunnah.
Hisab, kesaksian melihat hilal (rukyah al-hilal) dan ahirnya keputusan penetapan awal ramadhan dan hari raya oleh pemimpin ummat, semuanya adalah bentuk dari ijtihat. Keberaran hasil ijtihad relative, kebenaran mutlak hanya Allah yang tahu. Tetapi orang yang berijtihat dan orang-orang yang mengikutinya meyakini kebenaran suatu keputusan ijtihat itu berdasarkan dalil-dalil syariah dan bulti empimerik yang diperolehnya.
Kesaksian rukyat tidak mutlak kebenarannya. Mata manusia bisa salah lihat. Bisa jadi obyek yang dikira hilal sebenarnya obyek lain (eg. Venus). Keyakinan bahwa yang dilihatnya benar-benar hilal harus disukung pengetahuan dan poengalaman tentang pengamatan hilal. Hilal itu sangat redup dan sulit mengidentifikasikannya, karena bisa jadi hanya tampak seperti garis tipis. Saat ini satu-satunya cara untuk meyakinkan orang lain tentang kesaksian hilal adalah sumpah yang dipertanggung jawabkan kepada Allah. Jaminan kebenaran rukyatul hilal hanya kepercayaan kepada pengamat yang kadang-kadang tidak bisa diulangi oleh orang lain.
Hisab-pun hasil ijtihat yang didukung bukti-bukti pengamatan yang sangat banyak. Rumus-rumus astronomi untuk keperluan hisab dibuat berdasarkan pengetahuan selama ratusan tahun tentang keteraturan peredaran bulan dan matahari. Makin lama, hasil perhitungannya semakin akurat dengan memasukkan makin banyak factor. Orang mempercayai hasil hisab karena didukung bukti-bukti kuat tentang ketepatannya.
Keputusan penetapan awal bulan (eg. Ramadhan) pun merupakan hasil ijtihad. Berdasarkan kesaksian rukyah al hilal atau hisab yang dianggap sah, pemimpin ummat (pemerintah, ketua organisasi islam, atau imam masjid) kemudian menetapkannya. Karena pemimpin ummat di dunia ini tidak tunggal, keputusannya pun bisa beragam.

6.      Akar Perbedaan.
Sifat ijtihadiyah hisab dan rukyat memungkinkan terjadinya keragaman. Baik hisab maupun rukyat sama-sama berpotensi benar dan salah. Bulan dan matahari yang dihisab dan dirukyat masing-masing memang satu. Hukum alam yang mengatur gerakannya pun satu, sunatullah. Tetapi interprestasi orang atas hasil hisab bisa beragam. Lokasi pengamatan dan keterbatasan pengamatan juga tidak mungkin disamakan.
Semula para ulama’ mempertentangkan hisab dengan rukyat saja. Kini hisab pun dipertentangkan dengan hisab. Di Indonesia saat ini, setidaknya ada dua kreteria hisab yang dianut, yaitu yang berdasarkan kreteria wujudul hilal, asalkan bulan telah wujud di atas ufuk pada saat maghrib sudah dianggap masuk bulan baru, criteria ini digunakan oleh Muhammadiyyah. Criteria lainnya adalah imkanur ru’yah, berdasarkan perkiraan mungkin tidaknya hilal dirukyat, criteria ini digunakan oleh kemenag RI.
Dengan demikian penyebab utama perbedaan dalam penetapan awal bulan adalah adanya perbedaan kriteria tentang hilal dapat di rukyah. Yakni 2º, 6º, 8º bahkan 12º atau lebih. Ormas NU maupun ormas yang beraliran madzhab rukyah sebenarnya memiliki kriteria di atas 4º, dan Muhammadiyah yang lebih dikenal dengan aliran hisab saat ini lebih cenderung menggunakan wujudul hilal. Sistem wujudul hilal ini menjadikan kriteria itu bisa jadi kurang dari 2º, padahal kriteria kurang dari 2º menyebabkan hilal tidak dapat dirukyah meskipun dengan menggunakan alat bantu optik sekalipun. Praktis hal ini membuat aliran ini tidak dapat bertemu paham dengan aliran rukyah yang mensyaratkan masuknya bulan adalah hilal dapat dirukyah.
Sebenarnya selama ini pemerintah RI cq Kementrian Agama telah berusaha untuk menyatukan perbedaan penetapan awal bulan dengan mengakomodir semua prinsip yang ada, diantaranya dengan selalu mengajak ormas-ormas, para ahli hisab, astronomi, dari berbagai lembaga dan instansi untuk memusyawarahkan adanya kesatuan penentuan awal bulan khususnya ramadhan, syawwal, dan dzulhijjah dengan mengajak sidak isbat bersama dalam menetapkan awal bulan. Upaya penyatuan pemerintah dengan prinsip Imkanurrukyah dengan format hak isbat hanya ada pada pemerintah merupakan upaya yang akomodatif.
Diharapkan  kaidah yang menyatakan Hukmul hakim ilzamun wa yarfa’ul khilaf (keputusan hakim atau pemerintah itu mengikat dan menyelesaikan pendapat) dapat benar-benar terealisasi. Semoga!!!

C.    RU’YAH 19 JULI 2012
1.      DATA SEPUTAR HILAL BULAN SYA’BAN 1433 H
hilal Sya'ban 1433 H
Gambar di atas merupakan Hilal Sya'ban 1433 H diamati di Pantai Pondok Bali, Subang, Jawa Barat tanggal 20 Juni 2012 jam 18.05.58 wib. Usia bulan 19 jam 21 menit (dihitung sejak bulan baru) dengan ketinggian bulan 9,5o dari matahari dan fase kecerlangan 0,7%. Foto oleh Dr. Dhani Herdiwijaya dengan alat bantu teleskop berdiameter 8 cm (f/6.8), telextender 2x, kamera Nikon D90. Waktu bukaan 3 detik dan ISO-400, 300dpi.

2.      LETAK GEOGRAFIS WONOCOLO.
Wonocolo terdapat pada kecamatan kedewan Bojonegoro. Yang mana kecamatan Kedewan merupakan pemekaran wilayah kecamatan Kasiman pada tahun 2000, kecamatan ini memiliki 5 kecamatan yaitu:
1.      Desa Kawengan
2.      Desa Wonocolo
3.      Desa Hargomulyo
4.      Desa Kedewan
5.      Desa Beji
Kecamatan kedewan merupakan salah satu wilayah Kabupaten Bojonegoro yang terletak di bagian paling barat dan paling utara, dan merupakan daerah perbatasan dengan propinsi jawa tengah.
kecamatan kedewan dibatasi oleh :
Bagian Utara   : Kabupaten Tuban (Kecamatan senori dan Kec. jatirogo)
Bagian Barat    : Kabupaten Blora (Kecamatan Jiken dan Cepu)
Bagian Selatan : Kecamatan Kasiman
Bagian Timur   : Kabupaten Tuban
Dengan demikian, data astronomis yang diperoleh adalah:
Lintang            : 7° 10′
Bujur               : 111° 53′
Kiblat              : 294° 12′

3.      DATA HILAL PADA 19 JULI 2012.
a.      Data dari Observatorium Bosscha Lembang-Bandung
Bulan baru terjadi pada tanggal 19 Juli 2012 jam 11.24 WIB. Sehingga pengamatan hilal akan dilakukan pada tanggal 19 dan 20 Juli 2012 jam 16.00 waktu setempat hingga bulan terbenam.
Adapun data hilal pada tanggal 19 Juli 2012, ketinggian bulan kurang dari 2 derajat di atas cakrawala pada saat matahari terbenam. Bulan akan terbenam 8 menit setelah matahari terbenam. Probabilitas melihat hilal pada saat itu diperkirakan sangat kecil baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan peralatan. Sedangkan di tanggal 20 Juli 2012, peluang melihat hilal lebih besar.
Data astronomis untuk pengamat hilal di Observatorium Bosscha (6o 49’  30” LS & 107o 36’ 59” BT) adalah sebagai berikut:
Data
   Tanggal 19 Juli 2012
   Tanggal 20 Juli 2012
Matahari terbenam
   jam 17.55 WIB
   jam 17.55 WIB
Bulan terbenam
   jam 18.03 WIB
   jam 18.53 WIB
Usia bulan
   6 jam 41 menit
   30 jam 41 menit
Tinggi bulan saat matahari terbenam (toposentris) 
   1o 04' 15"
   12o 51' 22"
Beda azimuth bulan dan matahari
   -4o 30' 26"
   -6o 13' 29"
Jarak sudut (elongasi) bulan-matahari
saat matahari terbenam
   4o 53' 31"
   15o 01' 23"
Posisi bulan relatif terhadap matahari
   Di sebelah kiri atas matahari 
   Di sebelah kiri atas matahari 




Posisi bulan 19 Juli 2012
Posisi bulan 20 Juli 2012
Posisi bulan (toposentris) saat matahari terbenam tanggal 19 Juli 2012 (atas)
dan tanggal 20 Juli 2012 (bawah)

b.      Data dari RHI untuk Wilayah Yogyakarta
-          Ijtima’ ahir bulan Sya’ban 1433H terjadi pada Kamis, 19 Juli 2012 jam 11.26.
-          Matahari terbenam pukul 17.36 WIB.
-          Azimuth 290° 48′ atau 20° 8′ di utara titik barat.
-          Tinggi hilal saat matahari terbenam 1°40′ atau 1° 7′ di atas ufuk mar’I di atas matahari.
-          Bulan terbenam pada jam 17.45 WIB pada azimuth 285°6′

c.       Data dari Mawaqiit untuk Wilayah Bojonegoro.
Matahari terbenam            : 17j 31m 23d
Azimuth                            : 290° 47′ 21,5″
Bulan terbenam                 : 17j 39m 06d
Azimuth                            : 286° 5′ 15,3″
Saat Matahari Terbenam
-          Umur bulan                 : 6, 12 jam
-          Fase Pencerahan          : 0,21%
-          Tinggi dari Horizon     : 1° 18′ 16,4″
-          Azimuth                      : 286° 20′ 45,3″
-          Bright Limb                : 336° 40′ 25,8″
-          Elongasi                      : 5° 11′ 30,8″

d.      Data dari Walhisab untuk Wilayah Bojonegoro.
Matahari terbenam            : 17j 31m 30d
Azimuth                            : 290° 47′ 08″
Bulan terbenam                 : 17j 39m 04d
Azimuth                            : 286° 5′ 17″
Saat Matahari Terbenam
-          Umur bulan                 : 6,  jam 07 menit 28 detik
-          Tinggi dari Horizon     : 1° 52′ 24″
-          Azimuth bulan                        : 286° 30′ 32″
-          Kecemerlangan (iluminasi)      : 0,21%
-          Elongasi                      : 5° 12′ 16″
-          Beda azimuth matahari & bulan saat tenggelam         : -4° 26′ 36″
-          Beda waktu bulan tenggelam & matahari terbenam   : 00.07.34

D.    PROYEKSI RAMADHAN 1433 H
Awal Ramadhan 1433 H sangat besar kemungkinannya untuk berbeda. Karena hilal pada saat matahari terbenam masih dibawah 2 derajat. Sehingga mustahil untuk dapat dirukyah. Untuk itu bagi aliran madzhab imkanur rukyah tanggal 20 Juli 2012 masih tanggal 30 sya’ban.  Sedangkan bagi madzhab wujudul hilal, menyatakan bahwa tanggal 20 Juli 2012 merupakan tanggal 1 Ramadhan, karena maulidul hilal atau new moon terjadi pada 19 Juli 2012 sekitar pukul 11.24 WIB sehingga pada saat maghrib tanggal 19 Juli 2012 bulan telah wujud.
Sedangkan untuk syawwal 1433 H kemungkinan akan beridul fitri bersana-sama. Karena ketika maghrib tanggal 18 Agustus ketinggian hilal sekitar 6° 40′ 11,4″ sehingga Idul fitri diperkirakan jatuh pada 19 Agustus 2012.

E.     KESIMPULAN
Pada kondisi seperti ini, secara astronomis Hilal mustahil bisa diru'yah, baik menggunakan mata telanjang maupun teleskop. Namun, kegiatan ru'yah mesti tetap dilaksanakan, karena perintah ru'yah memang harus dilakukan setiap tanggal 29 bulan berjalan dan kegiatan tersebut sebagai pembuktian di lapangan atas tampak/tidak tampaknya Hilal dan sekaligus sebagai pengembangan sains.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar