Rabu, 02 September 2015

Fiqh dalam Sebuah Pengantar



A.     PENDAHULUAN
Perkara-perkara agama terdiri atas masalah aqidah, akhlaq, ibadah, mamalah dan hukuman. Semua itu kemudian dinamakan al-fiqhul akbar. Karena kajian kita berupa fiqih ibadah yang berkaitan dengan hukum-hukum syara’ yang berbentuk amali, maka dalam hal ini kita tidak memperbincangkan masalah aqidah dan akhlaq meskipun dua hal tersebut juga merupakan ranah fiqih.
Fiqih menjadi mahkota dalam ilmu agama, karena fiqih merupakan ilmu yang paling penting, bahkan dalam beberapa kitab Ta’lim disebutkan bahwa Fiqih merupakan suatu ilmu yang wajib dipelajari serta mendapat kedudukan pertama.
Fiqih yang merupakan sisi paraktikal dari syariat Islam, memiliki banyak keistimewaan, diantaranya
-         Fiqih Berasaskan kepada hukum Allah
-         Pembahasannya komprehensif mencakup segala aspek kehidupan
-         Fiqih sangat kental dengan karakter keagamaan
-         Fiqih memiliki hubungan yang erat dengan akhlaq
-         Balasan di dunia dan akhirat bagi yang tidak patuh
-         Fiqih mempunyai cirri sosial kemasyarakatan
-         Fiqih sesuai untuk diterapkan pada masa apapun
-         Fiqih memiliki tujuanmemberi kemanfaatan yang sempurna
Meski memiliki keistimewaan yang banyak, namun fiqih menjadi ilmu yang ‘ramah’, yang menyenangkan untuk dipelajari oleh semua kalangan.


B.     FIQH, SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
Secara terminologis fiqh merupakan kosa kata Arab yang berarti al-fahm (pemahaman) atau al-’ilm (pengetahuan). Fiqh oleh Ibnu Manzur dinyatakan sebagai al-‘ilmu bi al-syay’ wa al-fahm lah (pengetahuan tentang sesuatu dan pemahaman mengenainya). Semula kata fiqh digunakan oleh orang-orang Arab untuk menyebut seseorang yang ahli dalam membedakan unta betina yang sedang birahi dari unta yang sedang hamil. Dalam konteks ini penyebutan fiqh merepresentasikan sebuah pengetahuan yang umum dan tidak terbatas dalam konteks hukum Islam sebagaimana juga dinyatakan di banyak tempat di dalam al-Qur’an.
Seiring berjalannya waktu, fiqh kemudian lebih dikenal sebagai hasil dari aktivitas manusia dan khususnya para sarjana yang berusaha menderivasi hukum dari wahyu Tuhan. Jadi fiqh ibarat sebuah “anak” yang “diturunkan” dari wahyu Tuhan yang luas, karena tentunya wahyu Tuhan tidak hanya mencakup tentang hukum-hukumnya saja sebagai bagian dari aspek Islam. Dengan demikian, jika fiqh merupakan ilmu tentang “hukum-hukum syari’at” dan menjadi salah satu aspeknya saja, maka dibutuhkan definisi lain tentang apa yang disebut sebagai syari’at itu; karena dua kata ini seringkali disejajarkan penggunaannya.
Menjawab paradoks tersebut Muhammad Daud Ali memberikan uraian mengenai pembedaan antara fiqh dan syari’at sebagai berikut ini:
1. Syari’at terdapat di dalam al-Qur’an dan kitab-kitab Hadits. Maksud dari pembicaraan mengenai syari’at berarti menyangkut tentang wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Sementara itu fiqh terdapat dalam kitab-kitab fiqh yang berarti pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at dan hasil pemahaman itu.
2. Syari’at bersifat fundamental dan memiliki ruang lingkup yang lebih luas karena ke dalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlak. Fiqh bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut sebagai perbuatan hukum.
3. Syari’at adalah ciptaan Tuhan dan ketentuan Rasul-Nya dan karena itu berlaku abadi, sedang fiqh adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa.
4. Syari’at hanya satu, sedang fiqh mungkin lebih dari satu, seperti terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah madzahib (jamak dari madzhab).
5. Syari’at menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fiqh menunjukkan keragamannya.
Dengan demikian, syari’at berkaitan dengan semua ketetapan hukum yang ditentukan langsung oleh Allah yang kemudian dimaktubkan dalam al-Qur’an dan penjelasan Nabi saw sebagai Rasul-Nya yang saat ini dikumpulkan dalam kitab-kitab hadits. Sedangkan fiqh merupakan hasil ijtihad para fuqaha atas syari’at tersebut. Penjelasan di atas memang cukup meyakinkan meskipun masih menyisakan pertanyaan. Ini dikarenakan seolah-olah jika menggunakan waktu sebagai kategorisasi atas apa yang disebut syari’at dan fiqh dapat disimpulkan bahwa syari’at terjadi semasa Nabi saw dan dinisbatkan pada diri Nabi sendiri sebagai penerima wahyu dan barulah fiqh sesudah masa itu. Lalu apakah “seluruh ketetapan hukum” dalam arti faktual yang terjadi di masa Nabi saw dipandang sebagai syari’ah yang abadi?
Karena itulah sesungguhnya membedakan syari’ah dan fiqh dalam konteks ini perlu mempertimbangkan sejauhmana aplikasi konsep keduanya. Jika syari’ah dikonsepkan sebagai sisi hukumnya, maka ia berarti fiqh. Sedangkan jika syari’ah dipahami sebagai sebuah nilai yang terkandung dalam setiap hukum Tuhan maka di sanalah terkandung sisi-sisi eternal dari Islam itu. Beberapa pemikir seperti Hasbi ash-Shidieqy cenderung tidak terlalu mempersoalkan perbedaan kata ini dan menganggap fiqh Islam dan syari’at Islam serupa dengan terminologi lain yaitu hukum Islam yang akan menjadi pembahasan selanjutnya.
Hukum Islam adalah sebuah kosa kata dalam bahasa Indonesia yang terdiri dari dua akar kata, yaitu hukum dan Islam. Kata hukum Islam digunakan sebagai padanan dari Islamic law dalam tradisi akademik Barat. Berbeda dengan titik pijak hukum Islam yang dari “wahyu”, hukum dalam tradisi Barat berangkat dari kebutuhan masyarakat untuk menjembatani kebiasaan mereka dalam sebuah keteraturan dan ketertiban. John Gilissen dan Frits Gorle memberikan empat prasyarat utama dalam pembicaraan mengenai kebiasaan hukum ini. Pertama, kebiasaan itu tidak berlaku dalam konteks kebiasaan individual melainkan kebiasaan kemasyarakatan. Kedua, kebiasaan itu menyangkut suatu perbuatan (komisi) atau penahanan diri (omisi). Ketiga, kehidupan ini harus dialami oleh masyarakat sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan mengikat, dan keempat, kebiasaan itu dikukuhkan oleh penguasa umum.
Tentang kata Islamic law, para akademisi Barat menggunakannya baik untuk mentransliterasi kata syari’at maupun fiqh. Namun kecenderungan utama mereka menggunakannya untuk syari’at Islam sebagai bentuk lain dari “hukum ketuhanan” yang membedakannya dari sistem-sistem hukum yang didasarkan atas pertimbangan manusia. Noel J. Coulson melihat syari’at itu dimaknainya sebagai sistem yang kaku dan kekal selain sebagai penjabaran kemauan Tuhan. Meskipun demikian, agaknya Coulson tetap berpendapat bahwa sistem hukum muncul karena kehendak manusia sehingga di sinilah cukup terasa bagaimana pengaruh kuat pandangan positivistik akademisi Barat, meskipun yang sedang diperhatikan adalah hukum agama.
Jika mengurai dari keterangan di atas, maka hukum Islam yang digunakan untuk mentransliterasi Islamic law memang lebih dekat dengan pemahaman syari’at (Islam) dalam arti hukum-hukum ketuhanan secara luas, atau apapun yang “dibebankan” kepada manusia. Maka di Indonesia ketika mendengar kata “syari’at Islam” sebagian masyarakat merasa kata-kata itu tidaklah tepat karena mereka memahami syari’at sebagai “nilai-nilai ideal yang abadi” meskipun pada kenyataanya yang dibahas adalah aspek fiqh. Sementara itu untuk menggambarkan aspek hukum Islam sebagai derivasi dari syari’at yang eternal itu seharusnya digunakan fiqh Islam dari bahasa Arab al-fiqh al-Islamy. Dalam literatur Barat (bahasa Inggris) lebih tepat digunakan “Islamic Jurisprudence” sebagaimana pengertian jurisprudence dalam tradisi hukum di Amerika sebagai “legal science” atau “science of law” yang memiliki spesifikasi kajian hukum

C.     SUMBER HUKUM
Secara pasti hukum bersumber pada Al-Qur’an. Namun Al-qur’an saja tentu membutuhkan pemahaman, sehingga As-Sunnah menjadi pelengkapnya. Seiring dengan perkembangan zaman, sumber hukum yang dijadikan pedoman umat Islam bertambah sesuai dengan urutan keutamaannya. Berdasarkan penelitian, telah ditetapkan bahwa dalil syara’ yang menjadi dasar pengambilan hukum ada 4 dengan urutan penggunaan dalil-dalil tersebut sebagai berikut: Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Selain empat hal tersebut, ada beberapa dalil yang perlu untuk menjadi rujukan dan pertimbangan. Memki kedudukannya ada ulama’ yang mesepakat, dan sebagian lagi tidak.Jika dijabarkan, sember hukum Islam tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an
Adalah firman Allah yang diturunkan dengan perantara malaikan Jibril kepada baginda Nabi Muhammad saw.
2.      As-Sunnah
Adalah ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah saw
3.      Ijma’
Adalah kesepakatan semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah saw atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian
4.      Qiyas
Adalah menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak memiliki nash hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum, sebab sama dalam illat hukumnya.
5.      Al-Istihsan
Adalah menganggap baik sesuatu
6.      Al-Marsalah al-Mursalah
Adalah mutlak, yaitu kemaslahatan yang oleh syar’i tidak dibuatkan hukum untuk mewujutkannya, tidak ada dalil dyara’ yang menunjukan dianggap atau tidaknya kemaslahatan tersebut.

7.      Al-Istishhab
Adalah pengakuan kebersamaan, yaitu menghukumi sesuatu dengan keadaan seperti sebelumnya sampai ada dalil yang menunjukkan perubahan keadaan itu.
8.      Al-Urf
Adalah adat, yaitu apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya selama tidak menyimpang dari ketentuan syariat
9.      Madzhab Shahabiy
Adalah sekelompok sahabat yang memberikan fatwa dan menetapkan hukum bagi kaum muslimin
10.  Syar’u man Qablana
Adalah Syariat yang ditetapkan Allah bagi umat-umat sebelum kita yang diceritakan melalui al-Qur’an maupun hadits.

D.    JENIS ILMU FIQIH
Secara garis besar, fiqh kemudian terbagi dalam 2 hal
1.   Fiqih Ibadah
Hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dalam bentuk ibadah yang terbagi pada 5 bagian ; Shalat, Zakat, Puasa, Haji, dan Jihad. Dalam referensi lain disebut mengatur seputar Bersuci, shalat, puasa, haji, zakat, nadzar, sumpah, Qurban, maupun perkara lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah.
2.   Fiqih Muamalah
Hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia baik sebagai individu maupun sebagai sebagai sebuah komunitas. Hukum-hukum muamalah seperti hukum transaksi, hukum membelanjakan harta, hukuman dan sebagainya. Terbagi dalam beberapa pembahasan;
a.       Al-ahwal asy-syakhsiyyah. Yang terkadang disebut sebagai hukum perdata Islam. Hukum yang berhubungan dengan masalah keluarga; pernikahan, talak, penisbatan keturunan keluarga, nafkah, waris, dll. Dimaksudkan untuk menata hubungan suami-istri maupun kerabat yang lain
b.      Al-ahkam al-muduniyyah (hukum Perdata) yang kemudian dikenal dengan fiqih Muamalah. Hukum yang berhubungan dengan masalah relasi diantara individu seperti ; jual-beli, pinjam-meminjam, gadai, hutang-piutang, syirkah, dll. Dimaksudkan untuk mengatur masalah keuangan dan harta yang terjadi diantara individu.
c.       Al-Ahkam al-Jinayah (Hukum Pidana). Yaitu hukum yang mengatur tindakan criminal. seperti :   qishahsh, hukuman had bagi pencurian, zina, tuduhan zina, murtad. Dimaksudkan untuk mengatur melindungi jiwa, harta, kehormatan maupun hak manusia.
d.      Al-Ahkam al-Murafa’at (Hukum proses persidangan) Yaitu hukum yang mengatur masalah kehakiman, prosedur melakukan tuduhan, menatapkan kasus dengan saksi, bukti, sumpah, dll
e.       Al-Ahkam ad-Dusturiyyah (Hukum Pemerintahan) yaitu hukum yang berhubungan dengan sistem pemerintahan dan juga dasar pemerintahan
f.        Al-Ahkam ad-Dauliyyah (Hukum Internasional), yaitu hukum yang membahas masalah tata tertib hubungan antar suatu Negara dengan Negara lain, baik dalam kondisi perang maupun damai.
g.       Al-Ahkam al-Iqtishadiyyah (Hukum ekonomi dan keuangan), yaitu hukum yang yang berhubungan dengan masalah hak individu dalam masalah harta benda, ekonomi, dan keuangan.
h.       Akhlaq dan adab (Kebaikan dan keburukan), yaitu hukum yang mengatur perilaku manusia.
Demikian pembagian fiqih secara umum. Namun demikian, fiqih kemudian meluas pada pembahasan yang dipersempit semisal mengatur tentang kesenian dan entertainmen, atau membahas persoalan halal dan haram saja, dan seterusnya.
Dalam dunian perguruan tinggi, umumnya fiqih terbagi atas:
1).  Fiqih Ibadah, yang membahas tentang shalah, zakat, puasa dan haji.
2).  Fiqih Mu’amalah, yang membahas masalah perekonomian dan keuanganseperti jual-beli, perbankan,  pertukaran harta, mukhashamad, amanah, warisan
3).  Fiqih Munakahat, yang membahas masalah hubungan ‘pertalian’ dengan sesama manusia atau keluarga seperti ; pernikahan, perceraian, thalaq, iddah, hak asuh anak, dll
4).  Fiqih Jinayah, yang membahas masalah hubungan kepidanaan yang meliputi ; qishahsh, hukuman had bagi pencurian, zina, tuduhan zina, murtad
5).  Fiqih Siyasah, yang membahas masalah Politik, Negara dan hubungan internasional

E.     TOKOH DALAM MADZHAB FIQIH
Munculnya madzhab bermula pada zaman sahabat Rasulullah saw. Sebagai contoh ada madzhab Aisyah, Madzhab Abdullah bun Umar, dll. Kemudian pada zaman tabi’in, lahir tujuh ahli fiqih yang termasyhur di  Madinah. Pada abad ke 2 Hijriyyah yang merupakan masa keemasan bagi ijtihad, muncul tigabelas ulama’ mujtahid yang masyhur, namun kebanyakan madzhab hanya ada dalam kitab karena pengikut dan penganutnya sudah tidak ada. Saat ini yang masih wujud dan masyhur adalah sebagai berikut
1.      Abu Hanafi, An-Nu’man bin Tsabit (80-150 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Hanafi.
2.      Imam Malik bin Annas (93-179 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Maliki
3.      Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I (150-204 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Syafi’i
4.      Ahmad bin Hambal asy-Syaibaini (164-241 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Hambali
5.      Al-Imam Abu Abdullah Ja’far Ash-Shaddiq Al-Baqir bin Ali Zainal Abidib ibnu Husain (80-148 H) yang kemudian mencetuskan madzhab Imamiyyah
6.      Zaid bin Ali Zainal Abidin Ibnuk Husain (w 122 H) merupakan imam golongan Syiah Zaidiyyah
7.      Abusy Sya’tsa’ At-Tabi’I, Jabir bin Zahid (w 193 H) Pencetus madzhab Ibadiyyah.

F.      PERBEDAAN PENDAPAT
Perbedaan pendapat bukan saja terjadi antara madzhab-madzhab, tetapi juga dalam satu madzhab yang sama. Perbedaan pendapat terjadi pada perkara cabang (furu’) dan perkara ijtihadiyyah, bukan dalam perkara dasar atau I’tiqad. Penyebab timbulnya perbedaan pendapat adalah adanya tingkat perbedaan pikiran dan akal manusia dalam memahami nash, cara menyimpulkan hukum dari dalil, kemampuan mengetahui rahasia dan illat hukumnya.sebab utama terjadinya perbedaan diantaranya:
-         Perbedaan makna dalam kata bahasa arab
-         Perbedaan periwayatan
-         Perbedaansumber
-         Perbedaan kaidah ushul
-         Ijtihad dengan qiyas
-         Pertentangan dan tarjih diantara dalil-dalil.

G.    FIQH IBADAH
Ibadah merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup segala perkara yang disukai dan diridhai Allah baik yang berbentuk perbuatan batin maupun dzahir. Sehingga dinullah dapat diartikan sebagai ibadah kepadaNya, menaatiNya dan tunduk kepadaNya.
Shalat, Zakat, Puasa, Haji, berkata benar, menunaikan amanah, berbuat baik, silaturrahmi, memunaikan janji, amar ma’muf, menyantuni yang lemah, berdoa, berdzikirt, membaca al-qur’an, cinta kepada Allah dan RasulNya, sabar, tawakkal, syukur, dll dinamakan ibadah.
Ibadah merupakan tujuan yang disukai dan diridhai Allah. Semua mahluk diciptakan untuk beribadah dan menyembah Nya sebagaimana dalah QS. Ad-Dzaariyat: 56. Para Rasul pun diutus untuk mengajak manusia supaya beribadah kepada Allah, maka ibadah yang benar adalah ibadah yang menyembah Allah dan ibadah-badah lain pada Allah (mematuhi perintahNya).
Oleh karenanya para ahli fiqih biasanya mendahulukan pembahasan mengenai ibadah dibanding pembahasan yang lain karena memang kedudukan ibadah amat penting. Dalam fiqih ibadah yang akan dibahas adalah shalat, puasa, zakat, haji dan jihad serta hal-hal yang terkait dengannya. Namun masalah jihad tidak dibahas dalam perkuliahan ini. Secara khusus persoalan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut
TEMA
BAB
SUB BAB
DISKRIPSI
Shalat
Thaharah
Konsep Thaharah
Pengertian, pentingnya, syarat, jenis alat, jenis air, jenis barang suci, dll


Najis
Jenis najis secara umum, ukuran najis yang dimaafkan, cara mensucikan najis, hukum ghuslah, dll


Istinja’
Pengertian, perbedaan dengan istibra’ dan istijmar, hukum, alat, sifat, cara, sunnah, adab, dll


Wudhu
Definisi, hukum, rukun, syarat, sunnah, adab, fadhillah, makruh, batal, udhur, larangan, dll


Bersiwak
Definisi, hukum, cara, faedah, amalan, pendapat ulama’,dll


Mandi
Cirri, penyebab, fardhu, sunnah, makruh, haram, mandi sunnah, mandi wajib, hukum yang berhubungan,dll


Tayamum
Definisi, Sebab, Rukun, cara, syarat, sunnah, makruh, batal, hukum, masa berlaku, dll


Haid, nifas dan istihadhah
Definisi, masaya, siklus, warna, hukum, dll

Shalat
Shalat maktubah
Definisi, syarat, sejarah, hikmah, hukum, waktu, syarat, rukun, dll


Adzan dan Iqamah
Makna, hukum, syarat, cara, kegunaan, sunnah, makruh, menjawab, bentuk, dll


Sujud di luar Shalat



I’tikaf



Shalat di daerah abnormal



Shalat rukhshah



Shalat Sunnah



ShalatJum’at



Shalat Gerhana



Shalat Iddain

Puasa
Puasa Wajib
Ramadhan
Syarat, rukun, dll


Nadzar



Kafarat


Puasa Sunnah



Puasa lainnya



Sumpah dan Nadzar


Zakat
Zakat Firtah



Zakat mal
Perdagangan



Emas



Peternakan



Luqatah



Pertambangan



Pertanian, dll


Selain Zakat
Wakaf



Infaq



Shadaqah,dll


Ibadah sosial yang berhubungan dgn Allah
Qurban



Aqiqah



Khitan



Hewan buruan



Halal-Haram

Haji
Haji



Umrah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar