Rabu, 02 September 2015

Gender dalam Perspektif Islam


Kodrat perempuan sering dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran perempuan di dalam keluarga maupun masyarakat, kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran, sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas di sektor domestik. Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat pun memandang bahwa perempuan sebagai makhluk yang lemah, emosional, halus dan pemalu sementara laki-laki makhluk yang kuat, rasional, kasar serta pemberani. Perbedaan-perbedaan ini kemudian diyakini sebagai kodrat, sudah tetap yang merupakan pemberian Allah. Barang siapa berusaha merubahnya dianggap menyalahi kodrat bahkan menentang ketetapan Allah.
Gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan juga bukan kodrat Allah. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin biologis merupakan pemberian, kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang konstruksi secara sosial maupun kultural. Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. perbedaan gender dibentuk oleh masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis).
Sedangkan Islam merupakan agama yang diturunkan  Nabi saw sebagai nabi dan rasul terahir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manuasia hingga ahir zaman. Sebagai pedoman hidup, Islam bukan hanya mengatur urusan ibadah ataupun urusan manusia dengan Tuhan, Ia  mengatur secara kaffah (menyeluruh), termasuk hubungan manusia dengan manusia, politik, hukum, termasuk persoalan wanita (yang di dalamnya termasuk gender).


Di Indonesia, feminism yang kemudian kenyuarakan gender sudah dikenal sejak awal tahun 1970-an, terutama sejak tulisan-tulisan ilmiah tentang feminism muncul di jurnal maupun surat kabar. Namun baru tahun 1990-an istilah feminism Islam dapat diterima terutama sejak terbitnya buku-buku feminism yang ditulis oleh Riffat Hasan, Fatima Mernissi, Amina Wadud, dan Asghar Ali Engineer. Bersamaan dengan itu di kalangan intelektual muslim mulai didengungkan perlunya ijtihad baru untuk menghasilkan penafsiran yang lebih adil dan sejajar dalam soal perempuan seperti yang dilakukan Quraish Shihab, Nurcholish Majid, dan lain-lain. Tokoh lain seperti Harun Nasution, Munawwir Sadzali, dan Masdar F Mas’udi juga tak ketinggalan.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa gerakan kaum feminis adalah menciptakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Untuk mencapai arah tersebut, agenda kerja yang menjadi sasaran bervariasi dari satu gerakan ke gerakan yang lain, misalnya; menumbuhkan kesan yang kuat bahwa secara individu perempuan adalah sama dengan laki-laki. Dasar yang digunakan dalam konteks ini adalah filsafat eksistensialisme yang dikembangkan Satre yang menyatakan bahwa eksistensi diri manusia bukan bawaan lahir, melainkan merupakan pilihan, karena itu hak setiap individu lah untuk menetapkan identitas dirinya. filsafat eksistensialisme ini menjadi dasar pemikitan aktivis feminism yang percaya bahwa identitas gender harus direkontruksi oleh individu yang bersangkutan.
Ada pula feminism liberal yang memberikan landasar teoritis pada persamaan wanita dalam potensi rasionalitasnya dengan pria. Menurut mereka, perlu dasar hukum yang kuat agar persamaaan hak antara laki-laki dan perempuan dapat terjamin pelaksanaannya. Di Indonesia, golongan ini mengkritik undang-undang perkawinan tahun 1974 yang dianggap tidak sesuai dengan zaman modern. UU tersebut dianggap terlalu memberikan wewenang yang besar terhadap suami sehingga secara tidak langsung menjadikan status wanita menjadi inferior, sebab ketergantungan tersebut akan menjadikan lemah dan rela mengalah pada suami.
Feminis radikal, memandang keluarga sebagai suatu institusi yang menindas karena dalam keluarga patriakis, laki-laki juga mengontrol daya kerja wanita secara formal dan informal; adanya perlawanan dari wanita memiliki konsekuensi ekonomi dan sosial bagi mereka dan anak-anak mereka.

Feminis sosialis menawarkan untuk membebaskan wanita dari penindasan keluarga dengan mengajak perempuan untuk memasuki sektor public. Partisipasi wanita dalam sektor public dapat membuat wanita produktif, sehingga konsep pekerjaan domestik perempuan akan berkurang. Dengan mempunyai materi maka posisi tawar-menawar yang dimiliki perempuan sama kuatnya dengan laki-laki.
Kaitannya dengan Islam, kesan yang ditimbulkan dari pemahaman Islam adalah kuatnya hegimoni kaum pria terhadap kaum wanita. Hal itu ditunjukkan dengan institusi poligami yang didominasi kaum laki-laki, kepemimpinan, warisan, maupun persaksian. Gambaran seperti inilah yang sering menjadi target sasaran bagi gerakan gender dalam menuding bahwa Islam  memperlakukan kaum wanita dengan cara yang tidak adil. Tuduhan seperti inilah yang kemudian dicoba untuk ditepis oleh para pemikir Islam modern termasuk di Indonesia. Merespon isu tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan, mereka menerangkan bahwa kedudukan wanita dan pria adalah sejajar sebagaimana QS al-Hujurat : 13[2], An-Nisa” : 1[3], maupun Al-Isra’ : 70[4]. Lebih dari itu, sebagai bukti Islam telah mengangkat harkat wanita, Al-Qur’an banyak membicarakan wanita, misalnya dalam  al-A’raf : 189[5], al-Qiyamah : 37[6], Al-Nahl : 97[7], Ali-imran : 195[8], maupun An-Nisa’ : 124[9].
Wanita dalam pemikiran Islam modern digambarkan sebagai mahluk yang sama kedudukannya dengan kaum pria secara teologis di hadapan Allah, dan secara sosial dalam interaksi sesama manusia. Kesetaraan wanita dan pria ini kemudian diwujudkan dalam bentuk memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mengapresiasikan hak dan kewajiban mereka dengan memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi wanita dalam segala aspek kehidupan termasuk hak berpolitik, dipilih dan memilih pemimpin, bahkan dalam hal fiqh.

Tidak dapat pula diabaikan bahwa faktanya Islam datang ditengah-tengah masyarakat yang secara mendasar memandang rendah kaum wanita, kemudian Islam memuliakan mereka. Tentu dalam suatu hal tidak bisa dilakukan secara langsung, melainkan secara bertahap. Demikian pula dengan penghargaan dan peran wanita. Seperti diketahui, Islam tidak pernah mendiskriminasi keberadaan perempuan. Justru agama Islamlah yang membebaskan perempuan dari kebudayaan jahiliyah dimasa lampau. Seperti yang kita tahu tentang kondisi perempuan pada masa jahiliyah. Apabila suatu masyarakat melahirkan seorang perempuan maka itu merupakan suatu aib sehingga perempuan terkadang harus dibunuh hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri. Berlanjut dengan eksistensi Nabi SAW yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Posisi perempuan menjadi terselamatkan dan dijunjung harkat dan martabatnya. Ini lah yang patut menjadi refleksi bagi muslimin muslimat untuk menjaga ajaran yang dilakukan oleh utusan Allah yaitu Nabi SAW yang tidak pernah melakukan diskriminasi ataupun dikotomi negatif terhadap perempuan
Dasar pemikiran Islam modern terhadap kesetaraan wanita setidaknya dapat dilihat dari upaya yang menghaliskan  pemahaman bahwa:
-               pintu ijtihat tetap terbuka
-               melepaskan diri dari keterkaitan masa lalu (taklid)
-               Perubahan zaman dapat melahirkan perubahan ajaran
-               Superioritas akal atas wahyu
-               Maslahat sebagai tujuan syariat Islam
-               Keadilan sebagai dasar kemaslahatan
Selain itu dijelaskan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh karena itu subordinasi terhadap kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam.
Konsep kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam al- Qur’an, antara lain:
-               laki laki dan perempuan adalah sama-sama sebagai hamba.
-               Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi.
-               Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial
-               Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi.
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.
Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.
Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.

Teori dan konsep Gender memang mudah nampaknya, namun aplikasinya bukan perkara gampang, butuh proses dan dukungan penuh serta partisipasi langsung dari masyarakat dunia, jika gender memang menjadi pilihan utama untuk menyeimbangkan peran-peran individu dalam masyarakat global.
Ada dua faktor yang menghambat perjuangan gender : Pertama, faktor internal yang merupakan faktor dari dalam diri perempuan itu sendiri, misalnya perempuan selalu mempersepsikan status dirinya berada di bawah status laki-laki, sehingga tidak mempunyai keberanian dan kepercayaan diri untuk maju
Kedua, faktor ekternal yaitu faktor yang berada di luar diri perempuan itu sendiri, dan hal yang paling dominan adalah terdapatnya nilai-nilai budaya patriarki yang mendominasi segala kehidupan di dalam keluarga masyarakat, sehingga menomor duakan peran perempuan
Selain itu, juga interprestasi agama yang bias gender, kebijakan umum, peraturan perundang-undangan dan sistem serta aparatur hukum yang dikriminatif serta bias gender, baik di pusat maupun daerah. Di samping itu juga masih kuatnya budaya sebagian besar masyarakat yang menganggap perempuan kurang berkiprah di ruang publik, ditambah dengan adanya ajaran agama yang dipahami secara keliru, membuat perjuangan perempuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender semakin sulit tercapai.

Mapaba PMII, 10 Desember 2013




[1]  Disampaikan dalam Mapaba PMII,  Cepu, 10 Desember 2013.
[2]  Tentang Kemanusiaan dan kesejajarannya dengan laki-laki.
[3]  Tentang proses penciptaan manusia.
[4]  Tentang kemuliaan anak Adam, tanpa menyebut laki-laki atau perempuan (sama)
[5]  Tentang perempuan dan laki-laki diciptakan dari unsure tanah yang sama dan jiwa yang satu.
[6]  Tentang proses dan fase pembentukan janin laki-laki dan perempuan tidak berbeda.
[7]  Tentang Jaminan kebahagiaan di dunia dan ahirat bagi perempuan bila komitmen dengan iman dan menempuh jalan sholehah, seperti halnya laki-laki.
[8]  Tentang Perbuatan yang dilakukan perempuan setara dengan apa yang dilakukan laki-laki.
[9]  Tentang perempuan adalah mahluk yang menyertai laki-laki di dunia dan ahirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar