A.
PENDAHULUAN
Shalat merupakan kewajiban yang waktunya telah ditetapkan,
sebagaimana firman Allah yang artinya “Sesunggunya shalat itu adalah fardhu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”
Shalat itu
dibagi pada yang wajib dan yang sunnah. Shalat yang paling penting adalah shalat lima waktu yang wajib dilakukan setiap hari. Semua orang Islam sepakat bahwa orang yang
menentang kewajiban ini atau meragukannya, ia bukan termasuk orang Islam, sekalipun ia mengucapkan syahadat,
karena shalat termasuk salah
satu rukun Islam. Kewajiban menegakkan shalat pada waktunya berdasarkan ketetapan agama, dan tidak mempunyai
tempat untuk dianalisa serta ijtihad dalam masalah ini, dan tidak pula taqlid.
Rasulullah bersabda: “Shalat itu adalah tiangnya agama,
barang siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan agama, dan
barang siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agama”
(Al-Hadits).
Hal
ini dipertegas oleh firman Allah swt
حَافِظُوْا
عَلَى الصَّلَوتِ وَالصَّلوةِ الْوُسْطَ وَقُوْمُوْا لِلَّهِ قَنِتِيْنَ.
Artinya: “Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan
(peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 238).[1]
Dengan hujjah di atas, dapat dipahami betapa
pentingnya melaksanakan dan memelihara shalat (shalat fardhu). Karena
melaksanakan shalat merupakan salah satu ciri bagi orang yang mengaku beriman
kepada Allah swt dan sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah berfirman
وَاَقِمِ
الصَّلَاةَ لِلذِّكْرِيْ
Jelas sekali, bahwa dengan shalat kita dituntut untuk bisa
mengingat-Nya, mengingat kebesaran-Nya dan mengakui kerendahan diri di
hadapan-Nya. Namun, ada sebagian orang yang salah mengartikan makna ayat ini,
mereka beranggapan tidak wajib shalat kalau kita bisa mengingat-Nya tanpa
melakukan gerakan shalat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Mereka hanya
melihat esensi shalat semata, tidak melihatnya sebagai syari’at
yang harus dilaksanakan oleh orang yang beriman.
Para ulama’ mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang
meninggalkan shalat karena
malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib dilaksanakan pada tiap-tiap waktunya.
Waktu kelima shalat fardhu diketahui berdasarkan sunnah nabi
yang bersifat ‘amali’ atau perbuatan
yang diketahui secara mutawatir oleh kaum muslimin seluruh penjuru
dunia. Shalat mempunyai waktunya sendiri. Oleh karena itu setiap shalat tidak
boleh dilaksanakan sebelum datang atau setelah habis waktu nya, kecuali karena
ada halangan.
Sebelum manusia menemukan hisab/perhitungan falak/astronomi,
pada zaman Rasulullah waktu shalat ditentukan berdasarkan observasi terhadap
gejala alam dengan melihat langsung matahari. lalu berkembang dengan dibuatnya
jam suria serta jam istiwa atau jam matahari dengan kaidah bayangan matahari.
Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke Utara dan 23,5° ke
Selatan selama periode 1 tahun, waktu-waktu tersebut bergesar dari hari-kehari.
Akibatnya saat waktu shalat juga mengalami perubahan. oleh sebab itulah jadwal
waktu shalat disusun untuk kurun waktu selama 1 tahun dan dapat dipergunakan
lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak geografis serta
ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi tersebut di atas.
Namun tidak semua belahan di dunia ini yang dapat melihat
waktu shalat dengan gejala alam dengan mudah. Ada beberapa daerah yang
abnormal, yakni terkadang memiliki malam yang lebih sempit atau siang yang
lebih sempit. Hal itulah yang kemudian memerluhkan ijtihad kaum muslim. Hal
inilah yang kemudian menarik perhatin penulis untuk mengupasnya dalam sebuah
makalah dengan judul “SHALAT DI DAERAH CIRCUMPOLAR”
B.
DESKRIPSI TENTANG SHALAT
1.
Definisi
Shalat
Shalat merupakan ibadah yang terdiri dari
perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan
memberi salam.[3] Shalat
adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam islam. Dalam deretan rukun Islam
Rasulullah saw
menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat
(syahadatain). Rasulullah bersabda, “Islam di bangun atas lima pilar :
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
menegakkan shalat,
membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitulnjadilah dan puasa di bulan Ramadhan.
(H.R. Bukhari,
No 8 dan HR Muslim No.16).
Ketika ditanya malaikat jibril mengenai islam, Rasullah
saw lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR.
Muslim,No.8). Abu Bakar Ash Sidiq ra. Ketika menjabat sebagai
khalifah setelah Rasulullah saw
wafat pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu
Bakar mereka telah murtad, maka wajib
diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal
dengan murtaddin. Ini baru menolak zakat, apalagi menolak shalat.
Ketika
menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah
menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman
kepada yang ghaib (Al-Baqarah: 3). Dari proses bagaimana ibadah shalat ini
disyariatkan lewat kejadian yang sangat agung yang dikenal dengan peristiwa
Isra’ Mi’raj Rasulullah saw, tidak menerima melalui perantara Malaikat Jibril
melainkan Allah swt yang langsung mengajarkannya. Dari sini tampak dengan jelas
keagungan ibadah shalat, bahwa shalat bukan masalah ijtihadi (hasil karangan
otak manusia yang bisa ditambahi dan dikurangi) melainkan masalah ta’abudi
(harus diterima apa adanya dengan penuh keta’atan). Sekecil apapun yang
akan dilakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang
diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita.
Bila dalam ibadah haji Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku cara
melaksanakan manasik hajimu”, maka dalam shalat Rasulullah saw bersabda, “Shalatlah sebagaimana kamu
melihat aku shalat.
2.
Sejarah
Singkat
Shalat merupakan rukun Islam ke dua setelah syahadat. Perintah shalat
langsung datang dari Allah tanpa perantara malaikat Jibril sebagaimana ibadah
yang lain. Yaitu dengan ditandai Isra’ Mi’raj pada 27 Rajab. Shalat
merupakan ibadah ummat Islam yang paling utama kepada Allah SWT. Shalat adalah
amalan yang pertama kali dihisab di hari akhir. Jika shalat seorang hamba itu
baik, maka baik pula amal lainnya, dan demikian pula sebaliknya. Ada sejumlah
ayat Al Quran yang berhubungan dengan waktu shalat. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."
(An-Nisa 103). "Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir
sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnhya shalat
subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (Al-Isra 78).
Penjelasan
mengenai awal dan akhir waktu shalat, yaitu berdasarkan pergerakan matahari,
baik di atas ufuk (horison) maupun dampak pergerakan matahari di bawah ufuk.
Efek pergerakan matahari diantaranya adalah berubahnya panjang bayangan benda,
terbit dan terbenamnya matahari, munculnya mega merah di waktu fajar dan
berakhirnya mega merah di malam hari.
Pada awalnya,
cara menentukan waktu shalat adalah dengan melakukan observasi / pengamatan
posisi matahari. Namun dengan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan, tanpa melihat
posisi matahari, manusia dapat mengetahui kapan datangnya waktu shalat.[4]
Diantaranya dengan menggunakan sistem hisab kontemporer. Perhitungan dengan
sistem kontemporer adalah Sistem hisab yang menggunakan alat bantu komputer
yang canggih menggunakan rumus-rumus yang dikenal dengan istilah algoritma.
Beberapa diantaranya terkenal karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi
sehingga dikelompokkan dalam High Accuracy Algorithm diantara : Jean
Meeus, VSOP87, ELP2000 Chapront-Touse, dsb. dengan
tingkat ketelitian yang tinggi dan sangat akurat seperti Jean Meeus, New Comb, EW Brown, Almanac Nautica, Astronomical
Almanac, Mawaqit, Ascript, Astro Info,
Starrynight dan banyak software-software falak yang lain.[5]
Dalam hal ini penulis akan menyajikan deskripsi dan aplikasi perhitungan sistem
kontemporer dengan mengacu pada perhitungan jean meeus.[6]
3.
Dalil
tantang Shalat
Rasulullah bersabda: “Shalat itu adalah tiangnya
agama, barang siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan agama,
dan barang siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan agama”
(Al-Hadits).
Hal ini dipertegas oleh firman
Allah swt
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوتِ
وَالصَّلوةِ الْوُسْطَ وَقُوْمُوْا لِلَّهِ قَنِتِيْنَ.
Artinya: “Jagalah
(peliharah) segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 238).[7]
Dengan hujjah di atas, dapat dipahami betapa pentingnya melaksanakan dan memelihara shalat (shalat fardhu).
Karena melaksanakan shalat merupakan salah satu ciri bagi orang yang mengaku
beriman kepada Allah swt dan
sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah
berfirman
وَاَقِمِ الصَّلَاةَ لِلذِّكْرِيْ
Jelas sekali, bahwa dengan shalat kita dituntut untuk
bisa mengingat-Nya, mengingat kebesaran-Nya dan mengakui kerendahan diri di
hadapan-Nya. Namun, ada sebagian orang yang salah mengartikan makna ayat ini,
mereka beranggapan tidak wajib shalat kalau kita bisa mengingat-Nya tanpa
melakukan gerakan shalat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Mereka hanya
melihat esensi shalat semata, tidak melihatnya sebagai syari’at
yang harus dilaksanakan oleh orang yang beriman.
Para ulama’ mazhab berbeda pendapat tentang hukum orang
yang meninggalkan shalat
karena malas dan meremehkan, dan ia meyakini bahwa shalat itu wajib dilaksanakan pada tiap-tiap
waktunya.
Shalat
itu dibagi pada yang wajib dan yang sunnah. Shalat yang paling penting adalah shalat lima waktu yang wajib dilakukan
setiap hari. Semua orang Islam
sepakat bahwa orang yang menentang kewajiban ini atau meragukannya, ia bukan
termasuk orang Islam,
sekalipun ia mengucapkan syahadat, karena shalat termasuk salah satu rukun islam.
Kewajiban menegakkan shalat
pada waktunya berdasarkan ketetapan agama, dan tidak mempunyai tempat untuk
dianalisa serta ijtihad dalam masalah ini, dan tidak pula taqlid.
4.
Syarat
Shalat
-
Syarat Sah Shalat
Syarat sah
adalah Syarat-syarat yang mendahului shalat
dan wajib dipenuhi oleh orang yang hendak mengerjakannya, dengan ketentuan bila
ketinggalan salah satunya, maka shalatnya
batal, syarat sah shalat ialah:
a.
Mengetahui
tentang waktunya shalat
Baik
hal itu diperolehnya dari pemberitaan orang-orang yang dipercaya maupun seruan
adzan dari mu’adzin yang jujur. Disinilah peran ilmu falak sangat dibutuhkan
b.
Bersuci dari
hadast kecil dan hadast besar
Thaharah atau bersuci adalah menghilangkan
halangan yang berupa hadast atau najis yaitu najis jasmani seperti darah, air
kencing, dan tinja. Hadast secara ma’nawi berlaku bagi manusia, mereka yang
terkena hadast ini terlarang untuk melakukan shalat, dan untuk menyucikannya mereka
wajib wudhu, mandi, atau tayamum. Seperti halnya hadist Ibnu Umar r.a :
لايقبل الله صلاة بغيرطهير,
ولاصدقةمن غلول (رواه الجماعة الاالبخارى)
Artinya : Bahwa
Nabi SAW bersabda :”Allah tiada menerima sholat tanpa bersuci, dan tak hendak
menerima sedekah dari harta rampasan yang belum dibagi.” (HR Jama’ah keculi
Bukhari)[9]
c.
Suci badan,
pakaian dan tempat shalat
dari najis yang kelihatan, bila itu mungkin.
Jika tak dapat dihilangkan, boleh shalat dengannya, dan tidak wajib mengulang.
d.
Menutup Aurat
‘Aurat di tutup dengan suatu yang
menghalangi kelihatan warna kulit. ‘Aurat laki-laki antara pusar dengan lutut. ‘aurat
perempuan seluruh badannya kecuali muka
dan dua tapak tangan.
e.
Menghadap ke
kiblat
Selama dalam shslat wajib menghadap kiblat. Kalau shalat berdiri atau shslat duduk menghadapkan dada. Kalau shalat berbaring, menghadap dengan dada dan
muka. Kalau shalat
menelentang, hendaklah dua tapak kakinya dan mukanya menghadap ke kiblat kalau
mungkin, kepalanya diangkatkan bantal atau sesuatu lain.[10]
Disini ilmu falak juga menjadi penting guna menerjemahkan makna atau arah
kiblat.
-
Syarat wajib shalat
a.
Islam
Adapun orang
yang tidak islam tidak wajib shalat,
berarti tidak dituntut di dunia, karena meskipun dikerjakannya, tidak juga sah.
Orang kafir apabila ia masuk islam tidakalah wajib ia mengqadha shalatnya sewaktu ia belum islam, begitu
juga puasa dan ibadat lain-lainnya, tetapi amal kebaikannya sebelum islam tetap
akan mendapat ganjaran yang baik.
b.
Suci dari hadast
kecil dan besar
c.
Berakal
d.
Baligh
Dapat diketahui seseorang itu sudah mencapai baligh dengan
salah satu tanda :
-
Bagi seorang
laki-laki cukup berumur lima belas tahun, atau keluar mani
-
Bagi seorang
perempuan mulai keluar darah haidh.
e. Telah
sampai da’wah kepadanya (perintah Rasulullah
saw kepadanya)
Orang yang belum menerima perintah tidak
di tuntut dengan hukum.
f.
Melihat atau
mendengar
Orang
yang buta dan tuli sejak lahir tidak diwajibkan shalat karena jika sejak lahir sudah buta
dan tuli, berarti dakwah belum sampai kepadanya dan ia tidak mengetahui
apa-apa.
g.
Jaga ( tidak
tidur)
Maka orang yang
tidur tidak wajib shalat
begitu juga dengan orang yang lupa. Ia wajib shalat ketika telah bangun atau baru
teringat, jika waktu shalatnya
telah lewat, maka ia dapat mengqadha’.
5.
Rukun
Shalat
a.
Niat
Niat menurut syara’ adalah
menyengaja suatu perbuatan, karena mengikut perintah Allah supaya diridhaiNya
b.
Berdiri bagi orang
yang mampu
c.
Takbiratul ihram
d.
Membaca surat Al
Fatihah
e.
Ruku’ serta
Tuma’ninah
f.
I’tidal serta
tuma’ninah
g.
Sujud dua kali
serta tuma’ninah
h.
Duduk diantara
dua sujud, dan tuma’ninah di antaranya.
i.
Duduk tasyahud
akhir
j.
Membaca tasyahud
akhir
k.
Membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw
l.
Memberi salam
yang pertama (ke kanan)
C.
DESKRIPSI
TENTANG WAKTU SHALAT
MENURUT FIQIH
Secara syar’i,
shalat yang
diwajibkan (shalat
maktubah) itu mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan (sehingga
terdefinisi sebagai ibadah munaqqat). Walaupun tidak dijelaskan secara
gamblang
waktu-waktunya, namun Al Qur’an telah menentukannya. Sedangkan penjelasan
waktu-waktu shalat
yang terperinci diterangkan dalam hadist-hadist Nabi saw. Dari hadist-hadist waktu shalat itulah, para ulama fiqih memberikan batasan-batasan
waktu shalat
dengan berbagai cara atau metode yang mereka asumsikan untuk menentuakan
waktu-waktu shalat
tersebut, kemudian ilmu falak
menerjemahkannya
Seperti halnya
ditegaskan dalam Al-Qur’an
dalam Surat An-Nisa’ ayat 103 :
إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
Artinya : “Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman.
Selain dijelaskan dalam Al-Qur’an juga diperjelas dalam hadist yaitu :
عن جابربن عببدالله عنه قال ان النبي صلعم جاءه جبريل عليه
السلام فقال له قم فصله فصلي الظهر حتى زالت الشمس ثم جاءه العصر فقال قم فصله
فصلى العصرحين صارظل كل شيء مثله ثم جاءه المغرب فقال قم فصله فصلى المغرب حين
وجبت الشمس ثم جاءه العشاء فقال
قم فصله فصلى العشاء حين غاب
الشفق ثم جاءه الفجر فقال قم فصله فصلى الفجر حين برق الفجروقال سطع البحر
ثم جاءه بعدالغد للضهر فقال قم فصله فصلى الظهر حين صار ظل كل شيىء مثله ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلى العصر حين صار
ظل كل شيىء مثله ثم جاءه المغرب وقتا واحدا لم يزل عنه ثم جاءه العشاء حين ذهب نصف الليل اوقال ثلث الليل فصلى العشاء حين جاءه حين اسفر جدا
فقال قم فصله فصلى الفجر ثم قال ما بين
هذين الوقتين وقت(رواه احمد وانساىء والترمدي ينحوه)
Artinya : Dari Jabir
bin Abdullah ra berkata : telah datang kepada Nabi saw,
Malaikat Jibril as lalu berkata kepadanya;
bangunlah! Lalu bersembahyanglah, kemudian nabi shalat
dhuhur di kala Matahari tergelincir. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu
Ashar lalu berkata : bangunlah lalu sembahyanglah! Kemudian nabi shalat Ashar di kala bayang-bayang sesuatu sama
dengannya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Maghrib lalu berkata :
bangunlah lalu Shalatlah, kemudian
Nabi Shalat Maghrib dikala Matahari terbenam. Kemudian ia
datang lagi kepadanya di waktu isya’ lalu berkata : bangunlah dan Shalatlah Kemudian Nabi Shalat
Isya’ dikala mega merah terbenam. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu
fajar lalu berkata : bangunlah dan shalatlah!
Kemudian Nabi Sholat fajar di kala fajar menyingsing, atau ia berkata : di
waktu fajar bersinar kemudian ia datang pula esok harinya pada waktu Dzuhur,
kemudian berkata kepadanya : bangunlah lalu shalatlah,
kemudian Nabi shalat Dhuhur di
kala bayang-bayang sesuatu sama dengannya. Kemudian datang lagi kepadanya waktu
Ashar dan ia berkata : bangunlah dan shalatlah!
Kemudian Nabi Shalat Ashar di
kala bayang-bayang matahari dua kali sesuatu itu. Kemudian ia datang lagi
kepadanya di waktu Maghrib dalam waktu yang sama., tidak bergeser dari waktu
yang sudah. Kemudian ia datang lagi kepadanya di waktu Isya dikala telah lalu separo malam, atau ia berkata : telah
hilang sepertiga malam, Kemudian Nabi shalat
Isya’. Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah bercahaya benar dan ia
berkata : bangunlah lalu shalatlah, Kemudian
Nabi shalat fajar.
Kemudian Jibril berkata : saat dua waktu itu adalah waktu shalat.” (HR Imam Ahmad dan Nasai dan Tirmidhi)[12]
a. Waktu shalat dhuhur
waktu dzuhur
dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah matahari mencapai
titik kulminasi dalam peredaran hariannya, sampai tiba waktu asar.[14]
Para Ulama
mazhab sepakat bahwa shalat
itu tidak boleh didirikan sebelum masuk waktunya, dan juga sepakat bahwa
apabila matahari telah tergelincir berarti masuk waktu dhuhur.
Secara
astronomis, Waktu dzhuhur yang dimulai sejak matahari tergelincir, yaitu sesaat
setelah matahari mencapai titik kulminasi dalam peredaran hariannya, sampai
tiba waktu ashar,[15]
maka secara ilmu pasti, waktu berkulminasi matahari dapat ditetapkan sebagai
batas permulaan waktu dzuhur. Bisa juga dikatakan bahwa bila matahari di meridian, maka poros
bayang-bayang sebuah benda yang didirikan tegak lurus pada bidang dataran bumi,
membuat sudut siku-siku dengan garis timur barat. Jika titik pusat matahari
bergerak dari meridian, maka poros bayang –bayang itu berpesong arah ke timur
dan sudut yang dibuatnya dengan garis I’tidal (garis timur barat) bukan lagi 90
̊. Matahari dikatakan sudah “tergelincir”dan awal dzuhur sudah masuk.[16]
b. Waktu Shalat Ashar
Pada
saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya, dan juga disebutkan saat
bayang-bayang dua kali panjang dirinya. Adapun menurut ulama’ madzhab adalah
sebagai berikut
-
Menurut Imamiyah
Ukuran panjangnya bayang-bayang sesuatu sampai sama dengan panjang benda
tersebut merupakan waktu Dzuhur yang paling utama. Dan kalau ukuran
bayang-bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut merupakan waktu Ashar yang utama.
-
Menurut Hanafi
dan Syafi’i: Waktu Ashar dimulai dari lebihnya bayang-bayang sesuatu (dalam
ukuran panjang) dengan benda tersebut sampai terbenamnya matahari.
-
Menurut Maliki:
Ashar mempunyai dua waktu. Yang pertama disebut waktu ikhtiari, yaitu
dimulai dari lebihnya bayang-bayang suatu benda dari benda tersebut, sampai
matahari tampak menguning. Sedangkan yang kedua disebut waktu idhthirari,
yaitu dimulai dari matahari yang tampak menguning sampai terbenamnya matahari.
-
Menurut Hambali:
Yang termasuk paling akhirnya waktu shalat Ashar adalah sampai bayang-bayang
suatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut, dan pada saat itu boleh
mendirikan shalat Ashar sampai terbenamnya matahari, tetapi orang yang shalat
pada saat itu berdosa, dan diharamkan sampai mengakhirkannya pada waktu
tersebut.
Secara astronomis, dapat dijelaskan
bahwa Ketika matahari berkulminasi atau berada pada meridian (awal waktu
dzuhur) barang yang berdiri tegak lurus dipermukaan bumi belum tentu memiliki
bayangan. Bayangan itu akan terjadi manakala harga lintang tempat dan harga
deklinasi matahari itu berbeda. Waktu Ashar dimulai saat panjang bayang-bayang
benda sama dengan bendanya, artinya apabila pada saat berkulminasi atas
matahari membuat bayangan sebesar 0(tidak ada bayangan) maka awal waktu ashar
dimulai sejak bayangan matahari sama panjang dengan panjang benda tegaknya.
Tetapi apabila pada saat matahari berkulminasi sudah mempunyai bayangan
sepanjang benda tegaknya maka awal waktu ashar dimulai sejak bayangan matahari
itu dua kali panjang benda tegaknya.[17]
c. Waktu Shalat maghrib
dimulai
sejak matahari terbenam sampai tiba waktu shalat isya’. Adapun menurut ulama’ sebagai
berikut
-
Syafi’i dan
Hambali (berdasarkan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambali): Waktu
Maghrib dimulai dari hilangnya sinar matahari dan berakhir sampai hilangnya
cahaya merah di arah Barat. Maliki: Sesungguhnya waktu Maghrib itu sempit.
Waktunya khusus dari awal tenggelamnya matahari sampai di perkirakan dapat melaksanakan
shalat Maghrib itu, yang mana termasuk di dalamnya cukup untuk bersuci dan
adzan serta tidak boleh mengakhirkannya (mengundurkannya) dari waktu ini dengan
sesuka hati (sengaja).
-
Menurut Imamiyah
waktu shalat
Maghrib hanya khusus dari awal waktu terbenamnya matahari sampai diperkirakan
dapat melaksanakannya.
Waktu maghrib disebutkan dalam QS.Hud:114, sebagai”Zulafam minal Lail”
yakni bagian permulaan malam yang ditandai dengan terbenamnya matahari sampai
datangnya waktu isya’.[18]Dikatakan
terbenam apabila-menurut pandangan mata-piringan atas matahari bersinggungan
dengan ufuk.[19]
d. Waktu Shalat ‘Isya
waktu
isya’ dimulai sejak hilang mega merah sampai separuh malam. Ada juga yang
menyatakan sepertiga, dan ada juga yang menyatakan sampai terbitnya fajar.[20]
Atau
Waktu Isya’ mulai masuk, bila warna merah(syafaq al-ahmar)
dilangit bagian Barat tempat matahari terbenam sudah hilang sama sekali. Pada
waktu matahari terbit atau terbenam, cahaya yang berasal dari matahari sudah
terlalu banyak kehilangan unsur-unsurnya yang bergelombang pendek sebelum
mencapai mata peninjau. Oleh karena itu, warnanya kelihatan kuning atau malahan
kelihatan merah. Jika partikel-partikel pada bagian yang amat tinggi diangkasa
itu masih menerima sinar matahari, cahaya merah masih bias dilihat. Bayangan
merah sesudah matahari terbenam tidak kelihatan lagi jika matahari sudah berada
18 ̊ dibawah ufuk. Jadi jarak zenith pusat matahari sama dengan 108 ̊(batas
astronomical twilight). Pada saat itu waktu maghrib berakhir dan masuklah waktu isya’.[21]
e. Waktu Shalat Shubuh
Waktu shalat Shubuh yaitu terbitnya fajar shadiq sampai
terbitnya matahari, menurut kesepakatan semua ulama’ mazhab kecuali Maliki.
Menurut Imam
Maliki waktu shubuh
ada dua: pertama adalah ikhtar (memilih) yaitu dari terbitnya fajar
sampai terlihatnya wajah orang yang kita pandang, sedangkan kedua adalah Idhthirari (terpaksa) yaitu dari
terlihatnya wajah tersebut sampai terbitnya
matahari.
Fajar
shidiq dalam Ilmu falak dipahami sebagai awal astronomical twilight
(fajar astronomi). Cahaya ini mulai muncul diufuk timur menjelang terbit
matahari pada saat matahari berada sekitar 18 ̊dibawah ufuk. Pendapat lain
mengatakan bahwa terbitnya fajar shidiq dimulai pada saat posisi matahari 20
̊dibawah ufuk atau jarak zenith matahari=110 ̊.[22]
f. Waktu Syuruq
Syuruq adalah
terbitnya matahari. Waktu syuruq menandakan berakhirnya waktu Shubuh.
g. Waktu Imsak
Ketika
menjalankan ibadah puasa, waktu Shubuh menandakan dimulainya ibadah puasa.
Untuk faktor "keamanan", ditetapkan waktu Imsak,
yang umumnya 5-10 menit menjelang waktu Shubuh. Hal itu karena salah satu
hadits menyatakan bahwa jarak antara imsak dan subuh adalah seperti membaca 50
ayat Al-Qur’an

D. PENENTUAN
AWAL WAKTU SHALAT
DALAM ILMU FALAK
Penentuan awal waktu shalat merupakan bagian dari ilmu falak yang
perhitungannya berdasarkan garis edar matahari atau penelitian posisi matahari
terhadap bumi. Oleh karena itu, menghisab waktu shalat pada dasarnya adalah menghitung kapan
matahari akan menempati posisi tertentu yang sekaligus petunjuk waktu shalat. Fiqih telah menjelaskan awal waktu shalat berupa fenomena alam yang dapat dikatakan
bahwa awal waktu shalat
didasarkan pada peredaran semu matahari mengelilingi bumi (sebagaimana telah
diterangkan diatas), dengan demikian maka
waktu-waktu shalat
dapat dihitung (diterjemahkan) berdasarkan kaidah ilmu falak. Untuk itu
menghitung waktu shalat
diperlukan data data akurat untuk menunjukkan posisi matahari yang menunjukkan
waktu shalat.
1. Data
Yang Diperlukan Dalam Perhitungan
a. Equation
Of Time
Equation of time atau Ta’dilul waqti
atau Ta’diluz zaman yang diterjemahkan dengan peranata waktu, adalah
selisih waktu antara matahari hakiki dengan waktu matahari rata-rata
(pertengahan). Dalam Ilmu Falak biasa dilambangkan huruf e (kecil). Waktu
matahari hakiki adalah waktu yang berdasarkan pada perputaran bumi pada
sumbunya yang sehari semalam tidak tentu 24 jam, melainkan kadang kurang kadang
lebih dari 24 jam, hal itu disebabkan oleh peredaran bumi mengelilingi matahari
berbentuk ellips. Sehingga dalam peredarannya suatu saat bumi dekat dengan
matahari (perihelion) yang menjadikan gaya gravitasi menjadi kuat, dan
suatu saat bumi jauh dari matahari (aphelion) yang menyebabkan gaya
gravitasi menjadi lemah. Sedangkan waktu pertengahan atau waktu wasatiy adalah
waktu yang tetap (konstan) yakni sehari semalam 24 jam. Waktu ini
didasarkan pada peredaran matahari hayalan serta peredaran bumi mengelilingi
matahari berbentuk lingkaran (bukan ellips). Dengan demikian nilai equation of
time mengalami perubahan dari waktu ke waktu selama satu tahun.[23]

b. Deklinasi Matahari
Deklinasi (al-Mayl)
suatu benda langit adalah jarak sudut dari benda langit tersebut kelingkaran
ekuator diukur melalui lingkaran waktu yang melalui benda langit tersebut
dimulai dari titik perpotongan antara lingkaran waktu itu dengan ekuator hingga
titik pusat benda langit itu.[25] Deklinasi sebelah utara ekuator dinyatakan
positif dan diberi tanda (+), sedangkan deklinasi sebelah selatan ekuator
dinyatakan negative dan diberi tanda (-).
Harga deklinasi selalu berubah-ubah. deklinasi
dapat dilihat dalam tabel pada Almanac
Nautika atau ephemeris untuk markaz yang akan dihitung
sesuai dengan perkiraan waktu yang telah ditetapkan. Pada daftar ephemeris
untuk data matahari disusun daftar deklinasi untuk setiap tanggal dan setiap
jam pada kolom Apperent Declinatioan pada data matahari. Kolom yang
tersedia hanya mencantumkan satuan jam tidak dilengkapi satuan menit, jika
waktu yang telah diperkirakan mengandung satuan menit, maka harus dilakukan
perhitungan perhitungan dengan cara interpolasi (penjumlahan). Yaitu Jam
ke 2 + (menit yang dicari) / 60 x (selisih detik dari jam pertama dan jam
kedua)
Misalnya
pada daftar ephimeris, kita akan mencari deklinasi pada tanggal, bulan dan
tahun tertentu pada jam 10.52. pada almanac tidak akan ditemukan data menit,
yang ada hanya data jam, maka deklinasi untuk jam 10 misalnya -23
02' 21" sedangkan jam 11 adalah -23
02'
09" dengan selisih satu jam sebesar 12 detik. Dengan demikian, maka
deklinasi pada jam 10.52 adalah -23
02'
21" + (52/60 x 12d) = -23
02' 10,6" [26]




Dalam keterangan lain untuk mencari deklinasi
juga dapat dilakukan dengan kalkulator dengan cara[27]
Shif Sin [Tanggal + 9 (jika antara bulan
februari-Juli) atau 8 (jika antara bulan Agustus – Januari) X Sin Kemiringan]
= Shift Derajat
|
Dalam keterangan yang lain[28]
untuk mencari deklinasi dapat menggunakan rumus
![]() |
Perubahan deklinasi matahari mengakibatkan
perubahan dalam perbandingan panjangnya busur siang dan malam, ini akan
mengakibatkan lamanya siang dan malam disuatu tempat tidak sama panjang.[29]
c. Lintang
Markaz (P) dan Bujur Markaz
Lintang markaz/tempat atau ‘Urdhul balad
dapat dilihat pada daftar lintang daerah yang tersedia pada tabel tertentu yang
berguna untuk dijadikan data awal penerapan rumus, sebab meskipun beberapa
daerah memiliki bujur yang sama namun jika lintangnya berbeda tentu akan
menghasilkan waktu yang berbeda. Lintang tempat bagi kota yang berada di utara
equator disebut lintang utara (LU) dan bertanda positif (+), sedangkan lintang tempat bagi kota yang
berada di selatan equator disebut lintang selatan (LS) dan bertanda negatif (-).[30]
Begitu pula dengan bujur markaz/tempat atau thulul balad dapat dilihat
pada daftar bujur daerah yang tersedia pada tabel tertentu yang berguna untuk
diladikan rujukan penentuan penaksiran awal waktu shalat. Bujur tempat yang berada ditimur Greenwich
disebut bujur timur (BT) dan bertanda positif (+), sedangkan bujur tempat bagi
yang berada dibarat Greenwich disebut bujur barat (BB) dan bertanda negatif (-).
Jadi
data lintang dan bujur tempat itu mesti diambil dari almanac atau data lain
yang terpercaya.
d. Tinggi
Matahari
atau Irtifa’us syams adalah jarak busur
sepanjang lingkaran vertikal dihitung dari ufuk sampai ke matahari. Tinggi matahari yang dimaksud disini
adalah ketinggian posisi “matahari yang terlihat” (posisi matahari mar’i, bukan matahari hakiki) pada awal atau akhir
waktu shalat yang
diukur dari ufuk. Tinggi matahari ini biasanya diberi tanda “h” sebagai
singkatan dari high yang berarti ketinggian.
Berdasarkan posisi matahari pada waktu shalat maka titik pusat matahari pada awal waktu
shalat
menurut data yang agak berbeda adalah sebagai berikut
Sumber
|
Maghrib
|
Isya’
|
Subuh
|
Syuruq
|
Dhuha
|
Dhuhur
|
Asar
|
Buku[31]
|
-1
![]() |
-18
![]() |
-20
![]() |
-1
![]() |
Hm =
90
![]() |
Cotg ha
= tg (p-d)+1
|
|
Kitab[32]
|
-1
![]() |
-18
![]() |
-20
![]() |
-1
![]() |
4
![]() |
Cotan
h =tan (p-d) +1
|
|
Depag
|
-18
![]() |
-20
![]() |
4
![]() |
1(tombak)
|
|||
Ummul
Qura
|
-19
![]() |
-19
![]() |
4
![]() |
1(tombak)
|
|||
Isna
|
-15
![]() |
-15
![]() |
4
![]() |
2(tombak)
|
|||
User
|
-18
![]() |
-18
![]() |
4
![]() |
1(tombak)
|
e. Menghitung
Tafawud
dalam beberapa referensi, tafawud juga
digunakan dengan rumus e + (BD-BT) / 15
f. Menghitung
Waktu Shalat
Hasil perhitungan dari rumus akan diketahui
bahwa sudut waktu matahari dalam satuan derajat, sementara yang dicari adalah
waktu shalat yang
menggunakan satuan waktu. Oleh karena itu satuan derajat itu dirubah ke satuan
waktu dengan perhitungan sudut waktu di bagi 15.
Waktu shalat yang
telah diketahui atau telah jadi dari hasil perhitungan merupakan waktu shalat dalam wilayah waktu lokal, maka jika ingin menggunakannya di daerah
lain maka akan dikurangi jika berada disebelah timur waktu daerah, dan akan di
tambah jika berada disebelah barat waktu daerah dengan penambahan/pengurangan
sebesar selisih waktu lokal
dengan waktu daerah. Hal ini disebabkan waktu timur lebih dahulu menerima sinar
matahari dari pada daerah sebelah baratnya. Sehingga waktu maghrib di Cepu (yang ada disebelah timurnya) lebih dahulu
dari pada di Semarang
(yang berada disebelah baratnya).
g. Ikhtiyat
Ikhtiyat atau ikhtiyati merupakan langkah
pengamanan dengan cara menambah waktu yang telah dihitung agar waktu shalat tidak mendahului awal waktu atau melampaui
akhir waktu. Nilai ikhtiyat berfariasi antara 2-4 menit. ikhtiyat dikarenakan
1) data
lintang ataupun bujur daerah yang disediakan pada tabel pada suatu titik pusat
kota, sehingga daerah-daerah yang berada di pinggiran kota pada dasarnya tidak
sama dengan pusat kota.
2) data-data
yang disediakan telah dilakukan pembulatan, jika data hanya dihitung sampai
menit, berarti satuan menit telah dibulatkan kedetik[33]
E.
DAERAH CIRCUMPALAR
Daerah circumpolar dapat pula dikatakan sebagai daerah
abnormal atau tidak normal. Definisi
daerah normal itu adalah daerah yang wajar dan tidak keluar dari kewajaran
seperti negara-negara dunia pada umumnya termasuk Indonesia .[34]
Biasanya yang dikatakan dengan daerah ini adalah daerah kutub. Sedangkan
Circumpolar dalam Ilmu falaq dimaknai sebagai Benda langit yang berkulminasi
bawah (Lower culmination atau takabbad sulfa) di atas horizon atau berkulminasi
atas (Uppeer culmination atau takabbad alwi) di bawah horizon. Dalam bahasa
arab circumpolar biasa diistilahkan dengan kain haula al-Qutb.[35]
Kulminasi sendiri adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menyatakan bahwa
pada saat itu suatu benda langit mencapai ketinggian yang tertinggi pada
peredaran semu hariannya. Hal ini terjadi pada saat benda langit persis berada
pada lingkaran meriditian. Yang Dalam bahasa arab sering disebut takabbad.
Dikatakan
daerah tidak normal, termasuk daerah yang memiliki lintang lebih besar dari
40°. Seperti Amsterdam, Berlin, Chicago, Istanbul, Moskou, Istanbul, Oslo,
Praha, Stockholm, dan sebagainya. Salah satu daerah circumpolar adalah
antartika. Dengan luas 13.200.000 km² Antarktika adalah benua terluas
kelima setelah Eurasia , Afrika, Amerika Utara,
dan Amerika Selatan. Namun, populasinya terkecil, jauh di bawah yang lain
(umumnya dihuni oleh para peneliti dan ilmuwan untuk batas waktu tertentu
saja). Benua ini juga memiliki ketinggian tanah rata-rata tertinggi, kelembaban
rata-rata terendah, dan suhu rata-rata terendah di antara semua benua di bumi.
Antarktika merupakan zona bebas, walaupun sampai saat ini masih ada beberapa
negara di dunia yang mengajukan klaim kepemilikan wilayah di benua Antarktika
tersebut.
Meski
keberadaan benua Antarktika sudah diduga sejak lama, namun benua ini baru
ditemukan pada tahun 1820. Pada tahun 1911 Roald Amundsen dari Nowegia adalah
orang pertama yang mencapai kutub selatan. Tidak lama kemudian ia disusul oleh
Robert Falcon Scott dari Britania Raya.
Antarktika
adalah tempat terdingin di Bumi dengan suhu mencapai -85 dan -90 derajat
Celsius di musim dingin dan 30 derajat lebih tinggi di musim panas. Bagian
tengahnya dingin dan kering serta hanya mengalami sedikit curah hujan. Turunnya
salju juga terjadi di bagian pesisir, dengan catatan tertinggi 48 inchi dalam
48 jam. Hampir seluruh benua ini diselimuti es setebal rata-rata 2,5 kilometer.
Diperkirakan
terdapat sekitar 1.000 orang tinggal di Antarktika dalam satu waktu namun
bergantung juga terhadap musim.
Bila
kita pergi dan berada di tengah-tengah kutub bumi, maka kita akan menyaksikan
fenomena alam yang sangat menakjubkan. Di masing-masing kutub, langit akan
malam selama 6 bulan berturut-turut, dan selanjutnya akan siang selama 6 bulan berturut-turut. Ketika siang, matahari
di langit hanya akan berputar-putar di angkasa. [36]
Di
daerah kutub memiliki 4 musim atau posisi kedudukan matarari, yaitu (a).
Marchequinox (21 Maret), (b). December Solstice (22 Desember) (c). September Equinox (23 September). (d). June
Solstice (21 Juni).


F.
PROBLEMATIKA
Secara garis besar kontradiksi di daerah abnormal adalah
menentukan waktu shalat dengan acuan kedudukan matahari. Bagi Muslim yang
berdomisili di daerah yang mengalami kondisi tidak lazim, misalnya daerah kutub
maka ia akan mengalami masa dimana selama beberapa hari selalu malam atau pada
saat yang lain justru selama beberapa hari selalu siang. Hal ini tentunya akan
mengakibatkan kegiatan ibadah mahdhohnya termasuk shalat nya akan bermasalah. Karena bagi orang yang
tinggal di daerah kutub atau daerah abnormal akan mengalami “keajaiban” alam
terkait dengan waktu terbit dan tenggelamnya matahari. Dalam kondisi ini ada
tiga kemungkinan. Pertama, ada wilayah yang pada bulan-bulan tertentu
mengalami siang selama 24 jam sehari, ada pula yang mengalami malam 24 jam
sehari. Kedua, ada wilayah yang pada bulan tertentu tidak mengalami
hilangnya mega merah (Syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu subuh.
Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dan mega merah
saat subuh. Ketiga, ada wilayah yang masih mengalami pergantian malam
dan siang dalam satu hari. Meski siang sangat singkat sekali atau sebaliknya.[37]
Selain itu, menurut referensi lain disebutkan bahwa waktu
antara siang dan malam berbeda lamanya misalnya waktu malamnya bisa sampai 16
jam dan siangnya hanya 8 jam atau sebaliknya.[38]
Fenomena lain didaerah yang tidak normal adalah waktu subuh kurang
lebih jam 07.00 dan jam 15.30 sudah magrib itu di Moskow, di utara lebih pendek
lagi, dan semakin ke utara semakin pendek lagi dan begitu seterusnya. jika
musim dingin dan atau puncaknya musim dingin maka di dekat kutub itu yang ada
hanya malam saja, tidak ada siang karena tidak nampaknya matahari, atau
sebaliknya, yang ada hanya siang saja atau waktu malam sangat pendek.[39]
Selain
hal-hal di atas, problematika shalat di kutub adalah seperti kesaksian seorang
mahasiswa yang sedang melanjutkan study di Austria. Problemnya adalah masalah shalat
Maghrib dan Isya ketika waktu summer. Yang dikhawatirkan adalah ketika sedang
puncak summer, waktu Maghrib di Austria bisa dimulai sekitar pukul 21,
sedangkan Isya bisa sekitar pukul 23.30. Adapun yang cukup memberatkan adalah
waktu subuh adalah sekitar pukul 02.00 dengan sunrise (matahari terbit) adalah
1 atau 2 jam kemudian.[40]
Hal
tersebut mirip dengan yang terjadi pada kota Stockholm[41]
(ibukata Negara Swedia), yang terletak pada 59° 20ꞌ sebelah utara katulistiwa. Musim semi
disana pada bulan Mei, musim panas dalam bulan Juni, musim rontok bulan
September, dan musim dingin pada bulan Desember. Siang yang paling panjang
terjadi pada tanggal 22 Juni, dan malam terpanjang terjadi pada 22 Desember.
pada tanggal 1 Mei hingga 11 Agustus tidak tercatat waktu isya’. Baru setelah
tanggal 21 Agustus tercatat lagi, yaitu pada jam 23.18.
Jumlah shalat wajib yang
lima kali dalam sehari semalam tidak mungkin dikurangi hingga hingga menjadi
empat atau tiga kali, apalagi perintah shalat diterima Nabi langsung dari Allah
pada malam ketika beliau melakukan perjalanan isra’ mi’raj. Namun dengan
problem-problem yang demikian, persoalannya adalah apakah kewajiban shalat
menjadi hilang sebagian atau seluruhnya atau adakah jalan keluar yang lain?
G.
JALAN KELUAR
Mengingat
masalah ini belum ada pada masa Rasulullah, maka solusi dari kasus ini berdasar
pada ijtima’ dan pendapat ulama’. Dan berikut ini adalah beberapa pendapat
mereka
1. Di qiyaskan pada persoalan kemunculan Dajjal. Yaitu bahwasannya lamanya Dajjal tinggal di bumi adalah selama empat puluh hari. Akan tetapi kadang-kadang sehari seperti setahun, sehari seperti sebulan, sehari seperti seminggu, dan sebagainya. Demikianlah yang dituturkan oleh Nabi saw. Para sahabat pernah bertanya pada Nabi saw, “Ya Rasulullah, hari yang seperti setahun ini, apakah cukup shalat sehari saja?” Beliau menjawab, “tidak! Kira-kirakanlah saja.”[42] Di daerah kutub kondisinya sama dengan kehidupan ketika adanya dallal, yakni kadang sehari seperti seminggu, sehari seperti sebulan, sehari seperti satu semester, dan sebagainya. Artinya ada kalanya dalam sehari tidak menjumpai malam, atau waktu malamnya sangat pendek, begitu pula sebaliknya. Karena kondisinya sama atau hampir sama, dan memiliki illat yang sama, maka hadits ini dapat di qiyaskan pada problem shalat dikutub ini.
2. Di qiaskan pada shalatnya prang yang tertidur, yakni shalat (Isya’) yang di qadha’. Perubahan syafak merah di langit bagian barat menjadi fajar di bagian timur berlaku secara tiba-tiba, bisa dikatakan tanpa suasana peralihan atau tanpa disadari. Keadaannya diqiaskan seperti seorang yang tertidur di waktu maghrib lalu terbangun di waktu subuh. Atau seorang yang pingsan di waktu maghrib dan sadar kembali di waktu subuh. Sehingga adanya waktu isya’ tidak disadarinya. Dalam keadaan demikian, fiqih mengajarkan orang yang bersangkutan setelah bangun dan sadar wajib segera melakukan shalat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim[43] dari abu Qatadah[44] yang artinya :”Tidaklah tertidur itu dianggap lalai. Yang dikatakan lalai adalah si saat bangun; maka bila salah seorang diantaramu lupa mengerjakan suatu shalat atau tertidur, maka ia melakukannya di saat ia ingat, dan tidak ada kafarat atau denda atasnya selain demikian” Dengan demikian orang yang berada pada daerah yang kondisinya demikian, akan melakukan shalat isya’ pada waktu subuh, yakni sebelum shalat subuh.
3. Shalatnya (terutama shalat maghrib dan Isya’ dijama’). Dalam seminar Islam di Islamic culture center di London pada bulan Mei 1984 menyatakan bagi yang kesulitan menunggu waktu isya’ karena tidak mengalami hilangnya mega merah dapat melakukan shalat jama’ taqdim, yakni shalam maghrib dan isya’ secara bersamaan di waktu maghrib.
4. Mengikuti Waktu (Jadwal) Shalat di Makkah, sebagai kiblat umat Islam. arena Makkah berada pada posisi wasath (tengah) dan tepat, ka’bah juga dinyatakan berada sebagai pusat bumi yaitu QS. Al-An’am [6]: 92. ka’bah juga merupakan lambang tauhid, dan lambang persatuan dan kesatuan umat yang mengesakan Allah.[45] Sehingga jadwal shalat mengikuti waktu Makkah dirasa menjadi sebuah solusi meski itu menjadi pilihan yang paling sulit dari pilihan yang ada.
5. Mengikuti Waktu (Jadwal) Shalat pada daerah terdekat yang normal atau tidak memberatkan. Dengan adanya teknologi yang canggih, media massa terutama tv dan radio, menjadikan alternative ini menjadi lebih memungkinkan. Beberapa ulama’ seperti Hasbi Ash Shiddieqi berpendapat bahwa waktu shalatnya dengan membandingkan (mengikuti) waktu pada benua-benua yang lain (terdekat) atau waktu di madinah[46]. Dalam keadaan ini dapat shalat sebelum matahari terbit, ataupun sebelum terbenamnya matahari. Artinya shalatnya mengikuti daerah lain yang normal meskipun keadaan sebenarnya di daerah tersebut bukan merupakan waktu shalat. Dan dalam hal ini menyamakan atau membandingkan dengan daerah terdekat yang normal lebih memungkinkan dan lebih memudahkan. Pendapat ini juga diambil oleh majelis Syari’ah Rabitah al-‘alam al-Islamiy pada tahun 1982, Majelis Fatwa al-Azhar asy-Syarif maupun syekh M. Thaher Jalaluddin.
6. Membiasakan diri untuk mengikuti waktu shalat berdasar gerak matahari yang sebenarnya meskipun berat. Keadaan ini diperuntukkan bagi wilayah yang mengalami waktu malam singkat dan sebaliknya, (bukan untuk wilayah yang mengalami siang selama 24 jam, maupun wilayah yang tidak dapat melihat mega merah).
H.
SIMPULAN
1.
Shalat
merupakan kewajiban yang waktunya telah ditetapkan, Shalat
merupakan ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang
dimulai dengan takbir dan disudahi dengan memberi salam. Shalat
adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam.
2.
Shalat
yang diwajibkan (shalat maktubah) itu mempunyai waktu-waktu yang
telah ditentukan (sehingga terdefinisi sebagai ibadah munaqqat).
3.
Daerah
circumpolar dapat pula dikatakan sebagai daerah abnormal atau tidak normal.
Circumpolar dalam Ilmu falaq dimaknai sebagai Benda langit yang berkulminasi
bawah (Lower culmination atau takabbad sulfa) diatas horizon atau berkulminasi
atas (Uppeer culmination atau takabbad alwi) dibawah horizon, yakni daerah yang
memiliki lintang lebih besar dari 40°.
4.
Di
daerah circumpolair, ada tiga keadaan. Pertama, ada wilayah yang pada
bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam sehari, ada pula yang
mengalami malam 24 jam sehari. Kedua, ada wilayah yang pada bulan
tertentu tidak mengalami hilangnya mega merah (Syafaqul ahmar) sampai
datangnya waktu subuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat
maghrib dan mega merah saat subuh. Ketiga, ada wilayah yang masih
mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari. Meski siang sangat
singkat sekali atau sebaliknya.
5.
Terdapat
beberapa jalan keluar, namun secara garis besar dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a.
Wilayah
yang mengalami siang selama 24 jam atau malam selama 24 jam, maka menentukan
waktu shalat dengan cara mengira-ngirakan waktu shalat sebagaimana kondisi
ketika Dajjal muncul; atau menyesuaikan waktu shalat dengan wilayah lain,
wilayah terdekat ataupun wilayah makkah sebagai kiblat kaum muslim.
b.
Wilayah
yang tidak terlihat mega merah (syafaq al-ahmar) saat pagi maupun
petang, maka maka menyesuaikan waktu shalat dengan wilayah lain, wilayah
terdekat ataupun wilayah makkah sebagai kiblat kaum muslim; atau dengan
mengqadha’ dan menjama’ shalat.
c.
Wilayah
yang mengalami waktu siang yang singkat dan sebaliknya, maka dapat mengerjakan
shalat sesuai gerak matahari meski berat.
I.
PENUTUP
Demikian
hasil penelitian yang penulis tulis dalam bentuk makalah. Semoga bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan penulis khususnya.
Tak ada
gading yang tak retak, demikian pula dengan dengan makalah ini. Kekurangan dan kelemahan sangat
banyak terdapat di sana-sini. Oleh
karena itu, tegur sapa, kritik dan saran dari para pembaca, penulis harapkan.
Bagi
siapapun yang tertarik dengan masalah ini dan berminat melakukan atau
meneruskan penelitian ini, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menjadi
acuan walau tidak seberapa. Penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan.
Akhirnya besar harapan penulis, semoga karya ini dapat
bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi siapapun, serta mendapat ridha-Nya.
Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar