Kamis, 04 Agustus 2011

Puasa di Bulan Sya'ban


A.    Pendahuluan
Ketika Nabi melihat perhatian manusia terhadap bulan Rajab pada masa jahiliyah, mereka sangat mengagungkan dan melebihkan atas seluruh bulan. dan tatkala nabi melihat kaum muslimin, mereka berambisi untuk mengagungkan bulan al-Qur`an (Ramadhan), maka nabi berkeinginan untuk menjelaskan kepada mereka keutamaan bulan-bulan dan hari-hari yang lain,[1] termasuk bulan sya’ban. Rosulullah bersabda, “Sya’ban adalah bulanku, barang siapa berpuasa sehari saja dibulanku ini, ia berhak mendapatkan surga.[2] Dan salah satu kebiasaan beliau adalah berpuasa dibulan ini. Kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan oleh Rosulullah dikenal oleh para ahli hadits sebagai hadits fi’li. Artinya apa yang beliau lakukan patut dan layak untuk kita laksanakan sepanjang itu bukan kekhususan yang hanya boleh dilakukan nabi, misalnya menikahi istri lebih dari 4 istri. Dan salah satu perbuatan beliau yang layak untuk diikuti adalah kebiasaan beliau untuk puasa pada bulan sya’ban, seperti diungkapkan Aisyah ra: “Saya tidak pernah melihat Rosulullah SAW berpuasa dalam waktu sebulan penuh kecuali pada bulan romadhon, dan tidaklah saya melihat beliau memperbanyak puasa dalam suatu bulan seperti banyaknya beliau berpuasa pada bulan sya’ban.” (HR. Bukhori dan Muslim).[3]
Selain hadits diatas, terdapat pula hadits yang berbunyi
عن أبي سلمه, قل : سألت عائشة رضي الله عنها عن صيام رسول الله؟ فقلت : كان يصوم حتى نقول : قد صام, ويفطر حتى نقول : قد أفطر, ولم اراه صائما من شهر قظ أكثر من صيامه من شعبان, كان يصوم شعبان كله, كان يصوم شعبان إلا قليلا
Artinya : “Diriwayatkan abu salamah, ia berkata : Aku pernah bertanya pada Aisyah ra tentang puasa Rosulullah saw, lalu dia menjawab : Rosulullah saw pernah berpuasa (sunnah) sehingga kami mengatakan bahwa beliau berpuasa, dan aku tidak mengetahui beliau berpuasa sunnat dibulan-bulan lain yang lebih banyak dari pada puasa beliau dibulan sya’ban. Beliau pernah berpuasa penuh dibulan sya’ban, juga pernah berpuasa sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa dihari-hari yang sedikit jumlahnya” (HR. Muslim)[4]


 Pada bulan inilah, sebagaimana diutarakan hadits tadi, bahwa Rosulullah paling banyak berpuasa didalamnya. Maka tentu puasa pada bulan ini merupakan hal yang istimewa.
B.     Puasa
Puasa (shaum) pada dasarnya berarti menahan diri dari melakukan suatu perbuatan, baik makan, minum, bicara, maupun berjalan. Arti puasa menurut agama adalah bentuk menahan yang khusus pada waktu yang khusus dengan cara yang khusus pula.[5] Sedangkan dalam bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an serta catatan hadits nabi Muhammad SAW, kata shaum berarti pemantangan nafsu badani secara sadar dengan cara berpantang dari makanan, minuman, serta persetubuhan dengan penuh keikhlasan dari merekahnya fajar hingga terbenamnya matahari demi menjaga kedisiplinan spiritual serta pengendalian diri.[6]

Adapun keutamaan puasa terdapat dalam banyak nash dan hadits seperti hadits dari Abu Said al-Khudri ia berkata bahwa Rosulullah pernah bersabda

ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله الا باعد الله بذالك اليوم وجهه من النار سبعين حريفا
Artinya : ”Tidaklah seseorang hamba berpuasa satu hari dijalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun” (HR. Bukhori dan Muslim)
Selain hadits diatas keutamaan puasa juga diterangkan dalam QS. Al-ahzab:35, QS. At-Taubah:112, dan QS. At-tahrim:112, serta hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah, Sahal bin said, khudofah, ibnu mas’ud, dan abu Umamah al-bahili.[7] Sedangkan manfaat puasa adalah:[8]
1.      Manfaat fisiologis, meliputi :
1.1.      Puasa membantu tubuh beristirahat
1.2.      Puasa melindungi dari berbagai penyakit.[9]
2.      Manfaat Spiritual, Diantaranya: Membantu orang mukmin mengingat Allah, Membantu orang mukmin naik menuju tingkat malaikat,[10] Mengajarkan nilai berkah, Mengajari manusia berhemat, Meninggikan jiwa, Mengendalikan nafsu duniawi, Melindungi manusia dari dosa, Mengajarkan kejujuran, Mengajarkan cara menepati sumpah dan janji, Mengajarkan kepuasan, Mengajarkan kesabaran, Mengajarkan kegigihan serta ketahanan, dan Menimbulkan kesan akan tatanan serta keselarasan.
3.      Manfaat bagi Masyarakat, maksudnya: Puasa dapat memastikan kesatuan serta keselarasan masyarakat, Puasa juga dapat membangkitkan kesadaran akan keadaan orang-orang miskin, dan puasa juga membangun harga diri.
4.      Manfaat lain dari puasa adalah kesehatan tubuh, ketenangan jiwa dan kecantikan.[11]
C.    Bulan sya’ban
Bulan Sya’ban merupakan bulan kedelapan dari penanggalan bulan Qomariyah. Dinamakan Sya’ban karena orang-orang Arab pada bulan tersebut yatasya’abun (berpencar) untuk mencari sumber air. Dikatakan demikian juga karena mereka tasya’ub (berpisah-pisah/terpencar) di gua-gua. Dan dikatakan sebagai bulan Sya’ban juga karena bulan tersebut sya’aba (muncul) di antara dua bulan Rajab dan Ramadhan. Jamaknya adalah Sya’abanaat dan Sya’aabiin.[12] Menurut Yahya bin Mu’adz kata-kata sya’ban terdiri dari lima huruf yang memiliki makna tertentu, yaitu: Syin dan Ain berarti syafaat (syafaat/pertolongan) dan syafaat (kemuliaan), huruf Ba’ berarti bir (kebajikan), huruf alif  berarti Uflah (Lemah lembut), dan huruf  Nun Berarti Nur (cahaya). Dengan begitu insan yang menghormati bulan sya’ban dan mengisinya dengan berbagai amal kebajikan dan ibadah, maka akan mendapat kemuliaan, kedudukan yang tinggi dan kebajikan yang berlipat nilainya disisi Allah serta memperoleh syafaat dari Rosulullah. Ada pula sebagian ulama’ yang menyatakan bahwa Sya’ban merupakan bulan untuk membersihkan hati, pada bulan ini diharapkan dapat dihiasi dengan amal kebajikan dan menjagnya dari perbuatan maksiat yang dapat menggelapkan hati. Sebagian hukama’ (ahli hikmah) juga menyatakan bahwa bulan sya’ban merupakan waktu untuk memperbaiki jiwa dari sifat-sifat tercela. Diharapkan bulan ini dimanfaatkan dengan baik guna membersihkan jiwa dari kekotoran dan kegelapan, berganti jiwa yang memancarkan kejernihan dan cahaya yang terang. Mengisi dengan amal kebajikan adalah media yang paling pas. Dan salah satu yang dianjurkan adalah dengan puasa sunnah, sebagaimana ungkapan Rosulullah saat menjawab pertanyaan sahabat usamah, ”Wahai Rosulullah, kelihatannya tidak satu bulanpun yang lebih banyak engkau puasakan dari bulan sya’ban”, dan Rosul bersabda ”Bulan itu sering dilupakan orang, karena letaknya antara Rojab dan Romadhon, sedang pada bulan itulah diangkatkan amal-amal kepada Tuhan Robbul Alamin. Maka saya ingin amalan saya dibawa naik selagi saya dalam berpuasa” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)[13]
Kebiasaan Rosulullah yang banyak berpuasa pada bulan sya’ban menarik Usamah bin Zaid untuk bertanya apa gerangan bulan itu, ternyata pada bulan ini amal-amal kita diangkat dan disetorkan kepada Allah Swt. Jika puasa pada hari senin-kamis merupakan ”laporan mingguan”, maka pada bulan sya’ban bisa dikatakan ”laporan Tahunan” amal  perbuatan kita selama hidup didunia. Dan disinilah letak kehawatirannya, jika yang mendominasi adalah laporan ”merah” berarti kita termasuk golongan yang ternistakan oleh amal perbuatan kita. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, kita memperbanyak ibadah (termasuk puasa) pada bulan ini, dengan berharap kemurahan dan ampunan Allah atas segala dosa dan kelalaian kita padaNya.[14] Amiin
D.    Puasa Sya’ban
1.      Puasa Sunnah
Terdapat banyak hadits yang menunjukkan dianjurkannya puasa pada bulan sya’ban, salah satunya adalah hadits yang terdapat pada pendahuluan. Maksud dari hadis tersebut adalah bahwa Rosulullah sering sekali berpuasa, dimana nabi berpuasa sebulan penuh hanya pada bulan Ramadhan. Selain dari bulan Ramadhan, Rasulullah paling banyak atau paling sering berpuasa adalah pada bulan Sya’ban. Dan puasa yang dilakukan Rosulullah pada bulan Sya’ban ini adalah puasa mutlak. Maksudnya adalah tidak mengkhususkan pada hari-hari tertentu kecuali waktu-waktu yang disunahkan seperti senin-kamis, puasa Dawud, puasa tiga hari di tengah bulan (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriah), dan sebagainya.[15] Adapun hikmah dari puasa sya’ban adalah :
1.1.      Dimaksudkan untuk mengagungkan atau memuliakan bulan Ramadhan. Puasa di bulan Sya’ban ini diibarakatkan seperti ibadah qabliah seperti shalat sunnah qabliah sebelum melaksanakan shalat yang fardu.
1.2.      Sebagai latihan atau persiapan untuk menjalankan Puasa Ramadhan. Hal ini dimaksudkan supaya orang yang tidak terbiasa puasa tidak kaget ketika menjalani Puasa Ramadhan sebulan penuh
1.3.      dikarenakan bulan syaban ialah bulan yang banyak dilalaikan oleh kaum muslimin. karena bulan Sya’ban jatuh di antara dua bulan yang besar dalam islam yaitu bulan Rajab dan Ramadhan. Sehingga dalam rangka mengingatkan kaum muslimin bahwa sesungguhnya bulan Sya’ban juga merupakan bulan yang penting,  maka Rasulullah banyak berpuasa di bulan ini.[16]
1.4.      Seseorang dapat membayar hutang-hutang puasa romadhon pada bulan sya’ban. Sebagaimana hadits yang dikeluarkan ath-Thobari melalui ibnu abi laila dari Isa dari bapaknya dari Aisyah yang artinya “Rosulullah selalu puasa tiga hari dalam setiap bulan, namun terkadang beliau menundanya hingga terkumpul hutang-hutang puasa itu selama setahun, lalu beliau mengqodho’nya pada  bulan sya’ban”[17]
2.      Puasa Nisfu Sya’ban
Adalah puasa yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Sya’ban atau pada tanggal 15 Sya’ban. Menetapkan puasa secara khusus pada pertengahan bulan sya’ban tanpa hari-hari yang lain diyakini memiliki keutamaan yang tidak dimiliki hari-hari lain. Ulama’ berbeda pendapat dalam hal kesunnahan puasa ini. Ada yang menyatakan sunnah, namun ada yang menyatakan bid’ah. Hal ini karena hadits nabi dibawah ini. Yang menyatakan puasa ini sunnah karena hadits ini namun yang menyatakan bid’ah adalah karena hadits ini dianggap sangat lemah bahkan maudhu’ (palsu) hadits tersebut berbunyi
اذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فان الله ينزل فيها لغروب الشمس الى سماء الدنيا , فيقول : هل من مستغفر فاغفرله , الا من مسترزق فارزق له, الا من مبتلى فاعافيه, الا كذا , الا كذا ......... حتى يطلع الفجر
Artinya : ”Bila malam pertengahan bulan sya’ban tiba, maka lakukanlah sholat dimalam harinya dan puasa disiang harinya, karena sesungguhnya Allah turun pada malam itu saat matahari tenggelam kelangit dunia, lalu Dia berfirman, ’Adakah orang yang memohon ampun, maka Aku akan mengampuninya. Adakah orang yang meminta rizki, maka Aku pasti memberinya. Adakah orang yang tertimpa musibah, maka Aku pasti menyelamatkannya. Adakah ini, adakah itu ... hingga fajar terbit”[18]
Selain hadits diatas, terdapat pula hadits yang berbunyi
عن عمران بن حصين رضي الله قل له أو لاخر :" أصمت من سرر شعبان". قال: لا. قال : "فإذا أفطرت, فصم يومين
Artinya : “Diriwayatkan dari Imran bin Hushain ra, bahwasannya Rosulullah saw pernah bertanya kepadanya atau kepada orang lain, “Apakah kamu berpuasa pada pertengahan Sya’ban?” Dia menjawab: “Tidak” Beliau bersabda, “Apabila kamu terlanjur tidak berpuasa, maka puasalah selama dua hari” (HR. Muslim)[19]


Selain pendapat diatas mayoritas menyatakan bahwa jika seseorang berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban karena memang sudah menjadi kebiasaannya pada tiap bulan hijriah, maka hal itu tidaklah mengapa dan diperbolehkan. Kebiasaan di sini maksudnya adalah bahwasanya orang tersebut mempunyai kebiasaan berpuasa pada tiap pertengahan bulan hijriah yaitu pada tangal 13, 14 dan 15.[20] Oleh Rosul hari ini disebut sebagai ayyamu al-bidh, hari-hari putih atau hari-hari terang benderang.[21]
3.      Puasa Setelah pertengahan Sya’ban (Dwiminggu kedua bulan sya’ban)
Ulama’ berbeda pendapat tentang boleh-tidaknya berpuasa sunnah setelah pertengahan bulan sya’ban. Ada dua pendapat.
 Pertama, menyatakan makruh (syafi’iyyah), syafi’iyyah menyatakan kecuali jika puasa tersebut merupakan sambungan dari puasa yang telah dikerjakan pada hari-hari sebelumya. Atau ada sebab yang mengharuskan untuk puasa.[22] mereka mendasarkan pandangannya itu dengan hadits yang ditiwayatkan al-Ala bin Abdurrahman dari abu Hurairah, bahwa Rosulullah bersabda
اذا انتصف شعبان فلا تصوموا
Artinya : ”bila telah tiba pertengahan bulan sya’ban janganlah kalian berpuasa sunnah”
Pandapat bahwa puasa pertengahan bulan sya’ban adalah makruh juga dibenarkan oleh an-Nawawi dalam kitab al-majmu’ dan penulis kitab al-Muhadzdzab dan ulama’ peneliti lain berdasarkan hadits yang telah lalu.[23]
Kedua, Mayoritas membolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan sya’ban.  (Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah). Selain itu pendapat serupa dikemukakan oleh ath-thahawi dalam kitab Syarh ma’ani al-atsar, Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Istidzkar, syaikh Islam ibnu Taimiyah dalam kitab Syarh al-’Umdah, ibnu hajar dalam kitab fath al-barj, Al-mutawali dalam kitab at-Tanbih. Mereka membolehkan dengan alasan
3.1.      Hadits yang melarangnya lemah.[24]
3.2.      Banyak hadits-hadits shahih yang secara tegas membolehkannya.[25]
3.3.      Ada yang menyatakan bahwa hadits ini ditujukan kepada orang yang takut lemah, sehingga ia diperintahkan berbuka agar memiliki kekuatan untuk berpuasa ramadhon.[26]
4.      Puasa pada hari Syak
Hari Syak adalah sehari atau dua hari sebelum Ramadhan (yaitu antara tanggal 29-30 Sya’ban) karena dihawatirkan jika ada kemungkinan sudah masuk bulan romadhon.[27] Nabi melarang menyambut bulan Ramadhan dengan berpuasa. Kebijaksanaan dibalik itu kemungkinan adalah karena Rosulullah menginginkan orang-orang mukmin bersiap untuk puasa Ramadhan atau karena beliau menginginkan orang-orang mukmin bersiap puasa Romadhon, Atau beliau menginginkan mereka menyelidiki awal serta akhir amal ibadah itu secara tepat sehingga dapat merubah perubahan yang mungkin terjadi.[28] Mengenai terlarangnya berpuasa pada hari yang diragukan disebutkan dalam sebuah hadits yang diberitakan dari ammar bin yasir ra: ”barang siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, berarti ia telah durhaka kepada abul Qosim (nabi Muhammad SAW)” (HR. Ashabus Sunan). Namun jika seseorang berpuasa pada hari itu karena kebetulan bertepatan dengan kebiasaannya, maka hukumnya boleh dan tidak dimakruhkan.[29] Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه, عن النبي قال : (لايتقدمن أحدكم رمضان بصوم يوم أو يومين, إلا أن يكون رجل كان يصوم صوما, فليصم ذلك اليوم)
Artinya : “Diriwayatkan dari abu Hurairoh ra bahwa nabi saw pernah bersabda : “Janganlah seseorang dari kamu mendahului Romadhon dengan berpuasa satu hari atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi orang yang sudah terbiasa berpuasa sunnah yang kebetulan waktunya pada hari itu, maka ia boleh berpuasa” (HR. Bukhori)[30]


Adapun menurut ulama’ madzhab adalah sebagai berikut, menurut Syafi’iyyah haram mengerjakan puasa sehari atau dua hari sebelum romahdon. Adapun ahnaf dan hanabilah berpendapat bahwa puasa pada saat itu makruh, namun tidak sampai haram. Sementara malikiyyah berpendapat tidak makruh.[31]
Dengan demikian ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan hukum puasa pada hari syak. Ada yang menyatakan mubah, makruh, dan ada yang menyatakan haram. Namun mereka sepakat jika seseorang terbiasa puasa sunnah dan hari itu jatuh pada hari syak, maka baginya tidak mengapa melakukannya (boleh/mubah).
Berdasarkan keterangan dari Ibnu Rajab rahimatullah, berpuasa di akhir bulan Sya’ban ada tiga model: Pertama, jika berniat dalam rangka berhati-hati dalam perhitungan puasa Ramadhan sehingga dia berpuasa terlebih dahulu, maka seperti ini jelas terlarang. Kedua, jika berniat untuk berpuasa nadzar atau mengqodho puasa Ramadhan yang belum dikerjakan, atau membayar kafaroh (tebusan), maka mayoritas ulama membolehkannya. Ketiga, jika berniat berpuasa sunnah semata, maka ulama yang mengatakan harus ada pemisah antara puasa Sya’ban dan Ramadhan melarang hal ini walaupun itu mencocoki kebiasaan dia berpuasa.[32]
E.     Cara Menentukan bulan Sya’ban
Bulan sya’ban adalah termasuk dalam pengkalenderan hijriyah. Kalender Hijriyah adalah kalender yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Oleh sebab itulah kalender ini sering disebut kalender qomariyah. Sebenarnya ada banyak kalender lain yang juga mengacu para peredaran bulan, misalnya kalender Jawa, kalender Cina, kalender Yahudi. Kalender Hijriyah berbeda dengan kalender nasional yang menggunakan acuan musim atau peredaran semu matahari sehingga sering disebut kalender syamsiyah.[33]
Dalam tahun hijriyah yang menjadi penentu adalah hilal. Hilal adalah bulan sabit terkecil yang dapat dilihat oleh mata manusia beberapa saat setelah matahari terbenam. Terlihatnya hilal akan didahului peristiwa ijtimak atau konjungsi yaitu saat bulan dan matahari sejajar dalam meridian yang sama yang secara astronomis disebut bulan baru atau new moon.
Di Indonesia terdapat beberapa criteria atau cara yang menjadi acuan atau menentukan awal mulainya bulan Hijriyah. Misalnya :
  1. Rukyatul hilal (bil fi’li)
Kriteria dari rukyatul hilal ini berbeda-beda, Namun menurut kriteria danjon jarak sudut bulan matahari (busur cahaya) sebesar 7 derajat merupakan batas bawah hilal dapat teramati oleh mata tanpa alat bantu.[34] Yang berpegangan rukyatul hilal ini berdasarkan Hadits Rasulullah SAW yang menyatakan "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)".[35]
  1. Wujudul Hilal (ijtima’ qoblal qurub)
Adalah terjadinya konjungsi (ijtimak) sebelum tenggelamnya matahari. Kriteria wujudul hilal adalah jika pada tanggal 29 dalam penanggalan hijriyah atau hari terjadinya ijtima’/konjungsi telah memenuhi dua kondisi, yaitu (1) konjungsi telah terjadi sebelum matehari terbenam, (2) Bulan tenggelam setelah matahari, maka keesokan harinya telah dinyatakan sebagai awal bulan hijriyah.[36]
  1. Imkanur Rukyat MABIMS
Taqwim Standard Empat Negara Asean, yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) merumuskan kriteria yang disebut "imkanur rukyah" dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah yang menyatakan : "Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut: (1)· Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang daripada 2° dan jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang daripada 3°. Atau (2)· Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang daripada 8 jam selepas ijtimak/konjungsi berlaku. Kriteria yang diharapkan sebagai pemersatu terhadap perbedaan kriteria yang ada nampaknya belum memenuhi harapan sebab beberapa ormas memang menerima, namun ormas yang lain menolak dengan alasan prinsip.
  1. Rukyat Global (Matla al-badar)
Kriteria ini dipakai oleh sebagian muslim di Indonesia melalui organisasi-organisasi tertentu yang mengambil jalan pintas merujuk kepada negara Arab Saudi atau terlihatnya hilal di negara lain dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Penganut kriteria ini berdasarkan pada hadits yang menyatakan, jika satu penduduk negeri melihat bulan, hendaklah mereka semua berpuasa meski yang lain mungkin belum melihatnya.[37]

Dalam penentuan awal bulan ini tetap membutuhkan hisab. Hisab adalah perhitungan secara metematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan dalam kalender hijriyah.[38] Banyak yang mengira bahwa NU itu menentukan awal bulan dengan rukyatul hilal, tetapi ternyata NU pun juga menggunakan Hisab. Hisab tidak hanya berfungsi untuk membantu teknis pelaksanaan rukyatul hilal, namun juga dapat membatalkan atau menolak laporan hasil rukyatul hilal.[39] Dalam hisab ada beberapa metode yang biasa dipakai seperti Hisab hakiki dan hisab urfi[40]
Sedangkan pemerintah indonesia dalam hal ini depag, penentuan awal bulan dilaksanakan dengan sistem ephemeris. Ephemeris merupakan salah satu alamak falakiyah yang dijadikan rujukan oleh departemen agama dalam menentukan waktu-waktu ibadah. Pada perkembangannya sekarang alamak ini bahkan menjadi satu-satunya sumber data yang disosialisasikan oleh depag.[41] Yang mana dari tahun ketahun pemerintah secara rutin mengeluarkan ’semacam’ buku Ephimeris Hisab-ru’yat 2002/2003/2004, dan seterusnya (setiap tahun).  Yang disebarkan pada setiap pengadilan agama seluruh Indonesia. Namun anehnya hanya pada bulan romadhon, syawwal, dan dzulhijjah yang cenderung terjadi pertentangan, sedangkan pada bulan-bulan lainnnya masyarakat relatif mengikuti ijtihat pemerintah tanpa ada pertentangan.
Jadi untuk menentukan awal bulan sya’ban dapat dilakukan dengan cara-cara diatas, dan sejak tanggal 1 (bulan sya’ban) dapat dilakukan puasa sunnah. Sedangkan untuk menentukan tanggal 15 sya’ban (puasa nishfu sya’ban) ada qoul yang menyatakan bahwa menurut pemahaman hadits, tanggal 15 yang benar adalah hari yang saat maghribnya bulan purnama dan tepat diatas ufuk, bukan dibawah ufuk.[42] Dan sejak tanggal 16 bulan purnama namun dibawah ufuk, kemudian bulan akan terus mengecil dari hari kehari. Dan ketika hari syak adalah saat bulan 'menghilang’ atau tidak nampak selama 1-2 malam (yaitu saat konjungsi, ijtima’) yakni tanggal 29 dan 30 sya’ban.
Adapun hukum menentukan 1 sya’ban adalah sunnah hal itu penulis dasarkan pada qoul yang menyatakan bahwa ulama’ hanafiyah berpendapat mencari hilal pada tanggal 29 sya’ban itu wajib. Sedangkan menurut hanabilah sunnah. Aisyah berkata ”nabi berhati-hati dibulan sya’ban lebih dari kehati-hatian beliau dibulan yang lain, kemudian beliau berpuasa karena melihat hilal romadhon” sedangkan Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadits yang berebunyi ”Hitunglah bulan sya’ban untuk mengetahui bulan Romadhon”.[43] Dengan demikian mengingat bulan sya’ban itu adalah bulan yang paling dekat dengan Romadhon, dan bulan yang sangat berhubungan dan dalam menentukan bulan Romadhon, maka perlu memastikan kapan awal bulan Sya’ban itu dimulai. Dengan demikian menentukan bulan sya’ban itu untuk kehati-hatian kita dalam menentukan bulan Ramadhan.
F.     Kesimpulan
1.      Puasa atau shaum adalah pemantangan nafsu badani secara sadar dengan cara berpantang dari makanan, minuman, serta persetubuhan dengan penuh keikhlasan dari merekahnya fajar hingga terbenamnya matahari demi menjaga kedisiplinan spiritual serta pengendalian diri
2.      Bulan sya’ban merupakan bulan kedelapan dari penanggalan hijriyah, dan muncul diantara bulan rojab dan romadhon. Konon bulan sya’ban adalah bulan ”laporan tahunan” amal perbuatan kita selama satu tahun. Sehingga pada bulan ini dinilai saat yang tepat untuk lebih meningkatan ibadah sunnah, baik puasa ataupun ibadah yang lain.
3.      Terdapat banyak hadits yang menunjukkan dianjurkannya puasa pada bulan sya’ban
4.      Puasa nishfu sya’ban adalah puasa yang dilasanakan pada tanggal 15 sya’ban. Ulama’ berbeda pandapat tentang kesunnahan puasa ini. Ada yang menyatakan sunnah, ada yang menyatakan tidak sunnah. Kecuali jika puasa itu karena memang sudah menjadi kebiasaan tiap bulan hijriyah.
5.      Puasa setelah pertengahan bulan sya’ban (dwiminggu kedua bulan sya’ban) ada yang menyatakan makruh ada yang menyatakan boleh.
6.      Puasa pada hari syak juga terdapat perbedaan ulama’. Ada yang menyatakan haram, ada yang menyuatakan makruh, dan ada yang menyatakan mubah
7.      Di Indonesia terdapat beberapa kriteria yang menjadi acuan awal mulainya bulan Hijriyah (termasuk bulan sya’ban). Misalnya Ru’yatul hilal (bil fi’li), Wujudul Hilal (ijtima’ qoblal qurub), Imkanur Rukyat MABIMS, Rukyat Global (Matla al-badar). Namun semua itu tetap harus menggunakan hisab. Sedangkan pemerintah Indonesia dalam hal ini depag menggunakan metode sistem empimeris

Wa Allahu A’lam Bi Showaf


[1] Keutamaan bulan sya’ban, Dalam Internet, webside http://www.kisahislam.com. Diakses tanggal  22 November 2009
[2] Tim Zahra, Do’a & Amalan Mustajab bulan rajab, sya’ban, & Ramadan, Zahra, Jakarta, 2008, h 153.
[3]  Indie Aiennuha, Sehat dengan puasa sunnah, Diane press, Yogyakarta, 2009, h 32
[4] Mukhtashar shohhih Muslim (Ringkasan shohih Muslim), Pustaka Amani, Jakarta, 2003, cet 2, h 343
[5] Usamah Abdul Aziz, Shiyam at-Tathawwu’ Fadhail wa ahkam (Puasa Sunnah Hukum &Keutamaannya), Darul Haq, Jakarta, 2004, h 5-6
[6] Ali Budak, Puasa & Bulan Romadhan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, h 3
[7] Usamah Abdul Aziz, Op.Cit, h 7-11
[8] Ali Budak,Op. Cit, h 24-52
[9] Lihat pula dalam Garis-Garis besar Fiqh halaman 55 yang menyatakan bahwa Puasa dapat mendatangkan kesehatan bagi yang berpuasa. Hal ini sesuai dengan hadits nabi yang artinya “Puasalah kamu, nanti kamu akan sehat”
[10] Manusia memiliki berbagai sifat serta kemampuan yang yang bersifat badani dan spiritual. ketika mereka menghindari sifat-sifat badani, berbagai sifat itu melemah dan kemampuan spiritual pun berkembang. Allah melengkapi kemanusiaan dengan kehendak untuk turun dari tingkatan tertinggi ketingkatan terendah, atau sebaliknya. Oleh karena itu, manusia kadang bisa menjadi lebih terhormat dari malaikat dan lebih dekat dengan Allah, sementara pada saat yang lain sebagian orang lebih buruk dari pada iblis.
[11] Indie Aiennuha, Op. Cit,                h 43-48. Berdasarkan pendapat sejumlah ahli kesehatan, puasa dapat memberikan berbagai manfaat bagi yang melaksanakanya, diantaranya untuk ketenangan jiwa, mengatasi stress, meningkatkan daya tahan tubuh, serta memelihara dan kecantikan. Puasa dapat membuat kulit menjadi segar, sehat, lembut, dan berseri, karena setiap saat tubuh mengalami metabolisme energi. Ketika berpuasa, cadangan energi yang tersimpan dalam organ-organ tubuh dikeluarkan sehingga melegakan pernafasan organ-organ tubuh serta sel-sel penyimpanannya, peristiwa ini disebut peremajaan sel. Dengan meremajakan sel-sel tubuh, akan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan dan kesehatan tubuh serta kulit kita. Dengan melakukan puasa, tubuh akan menggunakan energi cadangan, penggunaan energi cadangan ini menyebabkan racun-racub terbuang dan sel-sel tubuh dibersihkan. Selain itu bermanfaat untuk menambah tenaga, hal tersebut karena racun-racun yang ada pada sel-sel dan jaringan tubuh telah dibersihkan, sehingga organ tubuh menjadi lebih bersih, dan zat gizi yang masuk lebih mudah diserap. Dengan diistirahatkannya saluran pencernaan, akan menjadi lebih baik dalam memproses dan menyerap makanan yang dikonsumsi, sehingga akan lebih bertenaga, sehat dan kuat.
[12] Seputar Bulan sya’ban, dalam Internet, webside http://www.perpustakaan-islam.com. Diaksese tanggal 22 November 2009
[13] M. Syukron Maksum, Kedahsyatan Puasa jadikan hidup penuh berkah, Pustaka Marwa, Yogyakarta, 2009, h 104
[14] Ibid h 102-103
[15] Devinisi puasa, nama lain bulan Romadhon dan Puasa-puasa sya’ban, dalam internet, weebside http://mhs.blog.ui.ac.id diakses tanggal 22 November 2009. Selain hadits diatas, sebenaranya masih banyak hadits-hadits lain bahkan ada pula hadits yang kemudian menjadikan perdebatan seperti hadits dari Aisyah yang artinya “Nabi Saw tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyakdari bulan sya’ban, Nabi SAW biasa berpuasa pada bulan sya’ban seluruhnya” (HR. Bukhori dan Muslim). Yang menjadi perdebatan adalah bagaimana menyatukan riwayat yang menyatakan bahwa nabi berpuasa pada bulan sya’ban sebulan penuh (kulluhu), dan riwayat yang menyatakan nabi tidak pernah berpuasa sebulan penuh selain bulan Romadhon. Maka Imam at-Tirmidzi mengutip pernyataan ibnul mubarok mengatakan  bahwa dalam bahasa arab jika seseorang berpuasa pada sebagian besar bulan boleh dikatakan dia berpuasa sebulan lamanya. Jadi yang dimaksud dengan sebulan penuh adalah sebagian besar saja, dan ini adalah bentuk majaz yang jarang digunakan.
[16] Ibid
[17] Usamah Abdul Aziz, Op.Cit, h 60
[18] Ibid, h 62. Adapun yang menyatakan bahwa puasa pada pertengahan bulan adalah bid’ah adalah karena mereka memandang hadits ini sangat lemah sekali. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu majah (1388) melalui jalan Abdurrozaq dari ibnu Ali Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad dari Mu’awiyah bin Abdillah bin ja’far dari bapaknya dari Ali bin Abi tholib. Sanadnya sangat lemah dan kecacatannya terletak pada ibnu abi sabrah yang bernama Abu bakar bin Abdillah bin Muhammad bin ibnu abi sabrah. Para ulama’ telah menuduhnya memalsukan hadits. Ahmad berkata “Dia perawi yang sangat lemah, dia adalah pemalsu hadits, dan dia dia seorang pendusta.” Ibnu adi berkata “Mayoritas riwayatnya tidak shahih, dan dia termasuk para pemalsu hadits”, dan masih banyak pendapat-pendapat lain yang menyatakan kecacatannya.
[19] Mukhtashar shohhih Muslim (Ringkasan shohih Muslim), Op.cit
[20] Devinisi puasa, nama lain bulan Romadhon dan Puasa-puasa sya’ban, dalam internet, weebside http://mhs.blog.ui.ac.id diakses tanggal 22 November 2009
[21] Agus Purwanto, “Purnama : Parameter baru penentuan awal bulan Qomariyah”  Dalam seminar nasional berjudul ‘Mencari Solusi criteria Visib ilitas hilal dan penyatuan Kalender Islam dalam Perspektif sains dan syariah’ DiBosscha ITB tanggal 19 Desember 2009. Hari-hari putih dapat ditafsirkan sebagai hari yang terang terus tanpa jeda gelap ketika siang berganti malam. Artinya ketika matahari terbenam diufuk barat, bulan bundar sebundar matahari telah berada diufuk timur.
[22] Dr. Thahir as-Suwaidan, Tabel puasa 4 madzhab, Media dzikir, Solo 2009, h. 68
[23] Usamah Abdul Aziz, Op.Cit, h 129-131
[24] Ibid, Maksudnya hadits yang dikemukakan diatas. Hadits ini dianggap lemah serta mungkar. Dan dikeluarkan oleh Abu daud (2337), at-Tirmidzi (738), Ibnu Majah (1651) dan sebagainya yang semuanya melalui jalur riwayat al-Ala bin Abdurrahman dari Abu hurairah. Dari al-Ala hadits ini diriwayatkan oleh banyak perawi, diantaranya adalah abdul Aziz bin Muhammad ad-dawuwardi, dan sebagainya. Riwayat al-Ala didukung oleh Muhammad bin al-Munkadir, namun sanad yang sampai kepadanya tidak selamat (lemah). Riwayat ini dikeluarkan oleh ibnu al-a’rabi, dan ibnu adi melalui jalan Ibrahim bin Yahya bin Muhammad bin al-munkadir. Ibrahim bin yahya adalah perawi yang haditsnya ditinggalkan. Dan yahya bin sa’di dan yang lainnya menilainya pendusta. Sementara itu ath-Thabrani mengeluarkan melalui jalur Abdullah al-munkadiri dari bapaknya (Muhammad bin al-munkadiri), namun sanad ini sangat lemah. Abdullah dinilai oleh adz-dzahabi seorang perawi yang majhul (tidak dikenal identirasnya) dan meriwayatkan hadits yang mungkar (menyendiri). Dengan demikian riwayat pendukung dari al munkadir ini tidak shahih (lemah), dan al-Ala telah menyendiri meriwayatkan hadits ini
[25] Diantaranya hadits yang terletak pada bab pendahuluan, atau hadits dari abu salamah, ia berkata, “aku bertanya kepada aisyah tentang puasa yang dilakukan oleh Rosulullah, ia menjawab: Rosulullah selalu berpuasa hingga kami mengatakan beliau tetap berbuka. Akun tidak pernah melihatnya berpuasa hingga satu bulan melebihi banyaknya berpuasa pada bulan sya’ban. Pada bulan sya’ban itu kadang beliau berpuasa selama sebulan penuh dan kadang beliau berpuasa kecuali beberapa hari saja berbuka,” dan hadits-hadits yang lain
[26] Ibid, h 131
[27] Tharir As-Suwaidan, Op.cit, h 71. kemungkinan sudah masuk bulan romadhon dengan ketentuan : 1). Langit mendung pada malam sebelumnya. 2). Orang-orang memperbincangkan rukyah tetapi belum ada kepastian. 3). Hakim menolak kesaksian orang yang telah melihat hilal. 4). Ada kesaksian rukyah dari orang yang tidak diterima kesaksiannya. 5). Tanggal 30 Sya’ban jika hilal belum terlihat sementara langit cerah, dan orang-orang tidak terlambat melihat hilal
[28] Ali Budak, Op. Cit, h 68. Lihat pula di Suwandojo Siddiq, “Studi visibilitas hilal dalam periode 10 tahun hijriyah pertama sebagai kreteria baru untuk penetapan awal bulan-bulan islam hijriyah” Dalam seminar nasional berjudul ‘Mencari Solusi criteria Visib ilitas hilal dan penyatuan Kalender Islam dalam Perspektif sains dan syariah’ DiBosscha ITB tanggal 19 Desember 2009.
[29] M. Syukron Maksum, Op. Cit, h 142-143. Mengenai dilarangnya puasa pada hari syak ini juga pernah dikatakan atho’ ia berkata “aku mendengar Abu Hurairoh berkata, ‘Janganlah menyambung bulan Ramadhan dengan puasa apapun, dan pisahlanlah’.” Kenapa ada larangan mendahulukan puasa satu atau dua harisebelum Romadhan: Pertama, jika berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan adalah dalam rangka hati-hati, maka hal ini terlarang agar tidak menambah hari berpuasa Ramadhan yang tidak dituntunkan. Kedua, agar memisahkan antara puasa wajib Ramadhan dan puasa sunnah di bulan Sya’ban.
[30] Mukhtasar Shohih Bukhori (Ringkasan Shohih Bukhori), Pustaka Amani, Jakarta, 2002, h 425
[31] Dr. Thahir as-Suwaidan, Op.cit, h 70
[32] Muhammad Abduh Tuasikal, “Serba-serbi Bulan Sya’ban”, dalam internet webside http://www.buletin.muslim.or.id. Diakses tanggal 22 November 2009
[33] “Hilal Romadhon”, dalam internet, webside http://mutoha.blogspot.com/2006/09/hilal-ramadhan.html diakses tanggal 13 desember 2009. Kalender nasional mengawali harinya saat pukul 00 tengah malam dan bersifat tetap. Sedangkan kalender Hijriyah mengawali harinya pada sore hari saat matahari terbenam di suatu tempat sehingga jamnya berubah-ubah dari hari ke hari. Jumlah hari dalam satu bulan pada kalender nasional sudah diatur secara tetap yaitu: Januari (31), Februari (28/29=kabisat), Maret (31), April (30), Mei (31), Juni (30), Juli (31), Agustus (31), September (30), Oktober (31), November (30) dan Desember (31). Sedangkan jumlah hari dalam satu bulan pada kalender Hijriyah meliputi : Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Zulqaidah dan Zulhijjah selalu berubah bisa 29 atau 30 tergantung oleh nampak tidaknya hilal sebagai pertanda mulainya awal bulan Hijriyah. Ketidakpastian jumlah hari ini dalam sebulan ini disebabkan dalam satu periode putaran bulan memerlukan waktu sekitar 29,5 hari.
[34] Ibid. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Danjon seorang astronom dari Perancis menyimpulkan bahwa karena kemampuan mata manusia, lemahnya cahaya hilal serta pengaruh cahaya senja dan gangguan atmosfer menyebabkan pengamatan terhadap hilal amatlah sulit. Berdasarkan kajian terhadap laporan yang dapat dipercaya atas kenampakan hilal di berbagai negara, hilal haruslah memiliki sudut elongasi minimum 7° terhadap matahari atau paling tidak umur hilal minimum 12 jam selepas konjungsi agar ia dapat terlihat oleh mata manusia tanpa peralatan optik. Oleh sebab itulah beberapa laporan pengamat hilal dari Indonesia yang mengklaim dapat melihat hilal padahal kedudukan saat itu masih di bawah limit Danjon tersebut patut diragukan. Sebab bisa saja yang dilihat bukan hilal yang sebenarnya melainkan obyek yang dikira hilal. Obyek tersebut bisa saja lampu pesawat, cahaya planet Venus, awan atau obyek-obyek lain.
[35] Ibid. Berdasarkan syariat tersebut Nahdhatul Ulama (NU) sebagai salah satu ormas Islam  berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Hijriyah wajib menggunakan rukyatul hilal bil fi'li, yaitu dengan merukyat hilal secara langsung. Bila tertutup awan atau menurut Hisab hilal masih di bawah ufuk, mereka tetap merukyat untuk kemudian mengambil keputusan dengan menggenapkan (istikmal) bulan berjalan menjadi 30 hari. Hisab hanya sebagai alat bantu, bukan sebagai penentu masuknya awal bulan qamariyah. Sementara hisab juga tetap digunakan, namun hanya sebagai alat bantu dan bukan penentu awal bulan Hijriyah.

 
[36] Ibid. Berdasarkan konsep inilah Muhammadiyah dapat menyusun kalender Hijriyah termasuk penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang. Ini sesuai dengan konsep Muhammadiyah yang memegang prinsip mempertautkan antara dimensi ideal-wahyu dan peradaban manusia dalam kehidupan nyata termasuk dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Hal ini juga merupakan hasil keputusan Musyawarah Tarjih Muhammadiyah tahun 1932 di Makassar yang menyatakan As-Saumu wa al-Fithru bir ru'yah wa laa man ilaa bil Hisab (berpuasa dan Idul Fitri itu dengan rukyat dan tidak berhalangan dengan hisab) yang secara implisit Muhammadiyah juga mengakui Rukyat sebagai awal penentu awal bulan Hijriyah. Muhammadiyah mulai tahun 1969 tidak lagi melakukan Rukyat dan memilih menggunakan Hisab Wujudul Hilal, itu dikarenakan rukyatul hilal atau melihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan dikarenakan Islam adalah agama yang tidak berpandangan sempit, maka hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah.
Sedangkan hisab urfi adalah Sistem perhhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini tidak ubahnya seperti kalender syamsiyah, bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari. Sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan qomariyah untuk pelaksanaan ibadah. Karena menurut sistem ini umur bulan adalah tetap.
Selain hisab hakiki dan hisab urfi juga dikenal sistem hisab lainnya. Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Pustaka pelajar, Yogyakarta, cet 1, 2005, h. 65-66
[41] Maskufa, Ilmu falaq, Gaung persada (GP Press), Jakarta, 2009, 167-168. dalam keterangan A. Jamil, dalam pelaksanaan hisab awal bulan dengan sistem ephimeris ada dua jenis data yang akan digunakan. Yaitu data yang berkaitan dengan data matahari dan data yang berkaitan dengan bulan.
[42] Agus Purwanto, “Purnama dan awal bulan Qomariyah”, dalam Internet webside http://www.geogle .co.id/search?9=kriteria+tanggal+15+qomariyah&htng. Diakses tanggal 13-12-2009
[43] Az-Zukhaili, fiqh islam wa adillatuhu, Darul Fikri, 2007, h1657

Tidak ada komentar:

Posting Komentar