Sabtu, 06 Agustus 2011

Transformasi Koordinat Bola Langit

A.      PENDAHULUAN
Allah menciptakan alam semesta ini dalam keadaan yang teratur dan rapi. Keteraturan gerakan bintang termasuk matahari, planet, satelit, komet, dan benda langit lainnya menyebabkan gerakan benda-benda tersebut dapat dipelajari dengan seksama. Dengan memahami gerakan benda-benda langit tersebut, manusia dapat memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa depan dengan akurat. Kapan terjadi matahari terbenam, kapan terjadi bulan purnama, kapan terjadi gerhana matahari dapat dihitung dengan ketelitian tinggi.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 30-34 menunjukkan bahwa salah satu potensi yang dimiliki manusia adalah berpengetahuan tentang benda-benda dialam semesta. Eksistensi benda-benda dibumi dan dilangit memiliki daya tarik bagi manusia. Daya tarik itu berfariasi, ada yang menimbulkan rasa takut dan kagum,  ada juga  yang menimbulkan rasa ingin tahu untuk mengkaji dan menggali lebih jauh  tentang hukum alam (Sunatullah)
Untuk memudahkan pemahaman terhadap posisi benda-benda langit, diperkenalkan beberapa system koordinat. Setiap system koordinat memiliki koordinat masing-masing. Posisi benda langit seperti matahari dapat dinyatakan dalam system koordinat tertentu. Selanjutnya nilai dapat diubah kedalam system koordinat yang lain melalui suatu transformasi koordinat.


B.      PENGERTIAN TRANSFORMASI KOORDINAT BOLA LANGIT
Dalam kamus ilmiyah, transformasi diterjemahkan sebagai Pengubahan; perubahan bentuk (rupa)[1]. Sedangkan koordinat langit diterjemahkan sebagai nilai dalam suatu tatanan referensi yang dipergunakan untuk menentukan kedudukan benda langit dalam bola langit.[2] Sedangkan bola langit adalah sebuah bola dengan jari-jari tak terhingga dan berpusat di pusat bumi, dari bumi semua benda langit diproyeksikan ke bola langit. Ia adalah lingkaran khayal yang merupakan batas pandangan mata pengamat ke angkasa tempat benda-benda langit yang seolah-olah menempel pada langit.[3] Sedangkan dalam keterangan lain disebutkan bahwa bola langit adalah ruangan yang maha luas yang berbentuk bola yang dapat kita lihat sehari-hari tempat matahari, bulan, dan bintang-bintang bergeser setiap saat. bintang-bintang itu dilihat seolah-olah berserak disebuah kulit bola sebelah dalam, walaupun letak sesungguhnya sangat berjauhan. Dalam bahasa arab disebut al-kurrah al-samawiyyah atau al-Qubbah al-Zarqo, dan dalam bahasa inggris disebut Celestial Globe.[4]

C.      SISTEM KOORDINAT HORIZON
Horizon adalah lingkaran pada bola langit yang menghubungkan titik utara, titik timur, titik selatan, dan titik barat, sampai ke titik utara. Horizon merupakan batas pemisah antara belahan langit yang tampak.[5] Horizon bola langit di definisikan juga sebagai lingkaran besar yang merupakan perpotongan dari bidang datar yang melalui pusat bola langit dan tegak lurus KU-KS.[6] Pada sistem ini posisi benda langit dinyatakan dengan komponen Azimut (A) dan tinggi benda langit atau Altitude (h).
1.  Azimut
Azimut dalam bahasa arab disebut as-samt. Yaitu sudut antara meridian pengamat dan lingkaran vertikal yang melalui benda langit.[7] Atau busur pada lingkaran horizon diukur melalui titik utara ke arah timur.[8] Azimuth suatu benda langit adalah jarak sudut pada lingkaran horizon diukur melalui titik utara ke arah timur atau searah jarum jam sampai ke perpotongan antara lingkaran horizon[9] dengan lingkaran vertikal[10] yang melalui benda langit tersebut. Jadi melalui titik timur, titik selatan, dan titik barat.[11]
Azimuth titik timur adalah 90 titik selatan 180, titik barat 270 dan titik utara 0 atau 360.[12] Jika azimuth diukur dari titik utara ke barat atau berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, biasanya dinyatakan negative dan diberi tanda (-)
GAMBAR. 1
R         : Benda Langit
TZB     : Lingakaran Vertikal Utama
ZRD    : Lingkaran Vertikal yang melalui benda Langit R
UTSD  : Bagian lingkaran horizon yang merupakan azimuth benda langit R

Besar azimuth terbit dan azimuth terbenam sebuah benda langit dapat dihitung secara berikut: (lihat gambar 1)[13] Sudut OCD besarnya –d pula (garis OE dan garis CD sejajar, dipotong oleh garis OC). Azimut terbenam yang hendak kita tentukan besarnya ialah sudut UST, dan kita namakan Ao. Sudut SOT =Ao - 180. Jari-jari bola langit kita namakan R, dan besarnya kita tentukan = 1. Dengan demikian maka
   = M = sin – d = -sin d
   = cos ;
OD  =   =                                                                                     (i)
Dalam segitiga DOT kita peroleh selanjutnya:
Cos  DOT =
Atau:   OD = OT cos  DOT = cos (Ao - 180)
                   =  - cos Ao                                                                               (ii)
Dari (i) dan (ii) ternyata, bahwa
Cos Ao =                                                                                              (1.3)
Harga  berkisar diantara -90 dan + 90; jadi cos  senantiasa positif. Jika d positif, maka cos Ao positif pula dan harganya terletak diantara -90 dan + 90 (kuadran I dan kuadran IV). Jika d negatif, maka Ao negatif pula dan harganya terletak diantara 90 dan 270 (kuadran I dan kuadran III). Berarti jika deklinasi matahari berarah utara, maka ia terbit dan terbenam disebelah utara lingkaran vertikal utama, dan jika deklinasinya sebelah selatan, maka ia terbit dan terbenam di sebelah selatan lingkaran vertikal utama. Namun itu tidak berarti jika matahari terbit dan tenggelam disebelah selatan lingkaran vertikal utama, ia dalam perjalanan hariannya tetap berkedudukan dibelahan langit bagian selatan. Ada kalanya terjadi bahwa dalam perjalanan hariannya ia memotong lingkaran vertikal utama dan berpindah kebagian langit belahan utara, tetapi tempat terbenamnya pasti disebelah selatan lingkaran vertikal utama.
Hal itu dapat dilihat bila di sebuah pekarangan, misalnya ada sebuah dinding yang membujur arah timur-barat, pada pagi hari bagian selatan dinding itu yang terkena panas, pada siang hari bagian utara dinding itu yang terkena panas, dan pada petang hari bagian selatan lagi yang terkena panas matahari.
Catatan :
§  Rumus (1.3) diatas, merupakan jalan untuk mengetahui tempat terbenam bulan dan matahari pada saat melakukan ru’yatul hilal, yang perlu diketahui ialah deklinasi keduanya dan lintang tempat kita melakukan peninjauan
§  Jika  = 0, maka cos  = 1, dan rumus (1,3) menjadi
Cos Ao  =  sin d = cos (90-d)
        Ao  =  90 + d atau -90 - d = 270 - d
2.  Tinggi (suatu bintang)
Yaitu busur pada lingkaran vertikal yang diukur dari titik perpotongan antara lingkaran horizon dengan lingkaran vertikal ke arah objek (benda langit). Dalam keterangan lain disebutkan Tinggi ialah jarak busur lingkaran vertikal yang melalui benda langit, diukur mulai dari horizon langit ke arah zenith (positif) atau ke arah nadzir (negatif) sampai kebenda langit[14] Pengukuran tinggi dihitung positiv ke arah zenith, mulai dari 0 sampai 90 dan negatif ke arah nadzir, yaitu mulai 0 sampai -90. Pada tinggi (suatu bintang) dapat dirumuskan sebagai berikut
z + h = 90
                                                            Atau
z = 90 - h
h = 90 - z


3.  Jarak Zenit
Jarak zenit adalah jarak yang dihitung dari suatu bintang sampai dengan zenith.[15] Besar kecilnya jarak zenith ditentukan oleh besar-kecilnya deklinasi dan lintang tempat serta min-plusnya deklinasi dan lintang tempat. Bila deklinasi dan lintang tempat sama-sama plus atau sama-sama min, maka jarak zenith adalah selisih antara keduanya. Sebaliknya jika deklinasi dan lintang tempat berbeda (yang satu plus dan yang satu minus), maka jarak zenith adalah jumlah dari keduanya. Min-plus nya zenith tidak punya pengaruh, hanya kalau plus menunjukkan matahari disebelah utara titik zenith, kalau min menunjukkan matahari disebelah selatan titik zenith.
Dengan demikian dapat dirumuskan:[16]
z = deklinasi – lintang tempat (LT)
contoh      a.  deklinasi  =  -10
LT            =  -7
Z              =  deklinasi – LT
=  -10 - (-7)
=  -10 + 7
=  -3 (matahari disebelah selatan titik zenith)

b. Deklinasi  = +10
LT            = +7
Z              = Deklinasi – LT
                 = +10 – (+7)
                 = +10 – 7
                 = +3 (Matahari disebelah utara titik zenith)
Sebagai kelanjutannya dapat dapat diperoleh[17]
Z  =  -2316' – (7)
= -2316' + 7
= -16 16'

D.      SISTEM KOORDINAT SUDUT JAM
Dalam sistem koordinat sudut jam, kedudukan benda langit M di tentukan oleh:
1.  Sudut Jam
Yaitu sudut yang terbentuk antara meridian pengamat dengan lingkaran deklinasi yang melalui benda langit, sudut jam selalu dihitung kearah barat dari 0 sampai 360.[18] Sudut waktu dinamakan positif (+) jika benda langit bersangkutan dibelahan langit sebelah barat. Dan dinamakan negatif (-) jika benda langit bersangkutan dibelahan langit sebelah timur. Jika sedang berkulminasi sudut waktu suatu benda langit = 0 derajat.
Untuk menentukan sudut waktu dapat dipergunakan rumus :[19]
Sudut waktu = Waktu hakiki – 12j
Contoh:         1.  Pada jam 13.30 WH
                            Sudut waktu =      13.30 – 12j
                                                          + 1j  30m
                                                                             +  22 30'
                        2.  Pada jam 09.20
                             Sudut waktu = 09.20 – 12j
                                                  =  -2j 40m
                                                                            =  - 40
Dari daftar di atas, nyatakanlah bahwa kita harus membedakan menit busur atau menit sudut yang besarnya 1/60 derajat dengan menit waktu yang besarnya 1/60 jam; yang derajat tandanya (‘) yang menit tandanya (m). Sebenarnya kita dapat melakukan pemindahan sudut menjadi waktu atau sebaliknya
Contoh
Akan dipindahkan kepada waktu 11428'39"
114               =  7j 36m
          28'       =         1m 52d
                39" =                2,d60
114 28' 39"  =  7j  37m  54d,60
Akan dijadikan derajat 8j 57m 19d
8j 56d                    =  134
       1m 16d        =          19'
               3d       =                45"
8j  57m  19d       =   134 19' 45"
Dalam keterangan bapak Slamet Hambali, untuk mengubah sudut waktu dari derajat ke jam dengan membagi 15, sedangkan untuk mengubah dari jam ke derajat dengan mengkalikan 15.

2.  Deklinasi
Deklinasi (al-Mayl) suatu benda langit adalah jarak sudut dari benda langit tersebut kelingkaran ekuator[20] diukur melalui lingkaran waktu[21] yang melalui benda langit tersebut dimulai dari titik perpotongan antara lingkaran waktu itu dengan ekuator hingga titik pusat benda langit itu.[22] Deklinasi sebelah utara ekuator dinyatakan positif dan diberi tanda (+), sedangkan deklinasi sebelah selatan ekuator dinyatakan negatif dan diberi tanda (-).
Harga deklinasi selalu berubah-ubah. Untuk mendapatkan gambaran tentang deklinasi matahari dalam satu tahun, dibawah ini dicantumkan sebuah daftar memuat harga deklinasi matahari secara kasar:
Tanggal
Deklinasi matahari
Tanggal
22 Desember
21 Januari
08 Februari
23 Februari
08 Maret
21 Maret
04 April
16 April
01 Mei
23 Mei
21 Juni
-2330'
-20
-15
-10
-05
0
+05
+10
+15
+20
+2330'
22 Desember
22 November
03 November
20 Oktober
06 Oktober
23 September
10 September
28 Agustus
12 Agustus
24 Juli
21 Juni

Untuk lebih lengkapnya deklinasi dapat dilihat dalam tabel pada almanac Nautika atau ephemeris untuk markaz yang akan dihitung sesuai dengan perkiraan waktu yang telah ditetapkan. Pada daftar ephemeris untuk data matahari disusun daftar deklinasi untuk setiap tanggal dan setiap jam pada kolom Apperent Declinatioan pada data matahari. Kolom yang tersedia hanya mencantumkan satuan jam tidak dilengkapi satuan menit, jika waktu yang telah diperkirakan mengandung satuan menit, maka harus dilakukan perhitungan perhitungan dengan cara interpolasi (penjumlahan). Misalnya pada daftar ephimeris, kita akan mencari deklinasi pada tanggal, bulan dan tahun tertentu pada jam 10.52. pada almanac tidak akan ditemukan data menit, yang ada hanya data  jam,  maka deklinasi untuk jam 10 misalnya -2302' 21" sedangkan jam 11 adalah -23 02' 09" dengan selisih satu jam sebesar 12 detik. Dengan demikian, maka deklinasi pada jam 10.52 adalah -23 02' 21" + (52/60 x 12d) = -2302' 10,6"[23]
Dalam keterangan lain untuk mencari deklinasi juga dapat dilakukan dengan kalkulator dengan cara
Shif  Sin [Tanggal + 9 (jika antara bulan februari-Juli) atau 8 (jika antara bulan Agustus – Januari) X Sin Kemiringan] = Shift Derajat

Contoh : Mencari Deklinasi 19 April
Shift

sin

[

sin

28

x

Sin

23’17”

=

shift

Derajat

Hasilnya adalah 10 41' 40,17"
Keterangan : Hasil 28 adalah penambahan dari 19 + 9 = 28[24]
Dalam keterangan yang lain lagi rumus penentuan deklinasi adalah[25]
Log sin deklinasi = log sin SBM log sin D

Catatan
1.    D  adalah deklinasi terjauh, yaitu 2327'
2.    a. Deklinasi positif, jika BM = 0b sampai 6b
b. deklinasi negatif, jika BM = 6b sampai 11b
untuk itu deklinasinya adalah :
log sin SBM (83)            = 9,9968 – 10
log sin D       (2316')      = 9,5998  - 10  +
log sin deklinasi               = 9,5966 – 10
deklinasi                           = 23 16'
Perubahan deklinasi matahari mengakibatkan perubahan dalam perbandingan panjangnya busur siang dan malam, ini akan mengakibatkan lamanya siang dan malam disuatu tempat tidak sama panjang. Adakalanya siang lebih panjang dari malam atau sebaliknya malam lebih panjang dari siang, kecuali bagi tempat-tempat yang terletak tepat di katulistiwa seperti Pontianak maka sepanjang tahun ditempat tersebut siang dan malam akan sama panjang. Sementara itu bagi tempat-tempat yang tempatnya tidak di katulistiwa panjang siang dan malam tidak sama, semakin jauh letak tempat itu dari katulistiwa maka perbedaan panjang siang dan malam akan semakin besar, bahkan ada suatu tempat yang panjang siangnya hampir 24 jam, sehingga pada hari itu tidak ada ada malam.
Rumus  Cos to = -tan p dan tan d
D = deklinasi          P = lintang tempat
Contoh :
a.  berapa lama siang dan malam dijakarta pada tanggal 21 januari, jika lintang Jakarta = 610' LS dan deklinasi matahari = -20
Rumus  Cos to = -tan p dan d
Cos to = -tan -610' x tan -20
Dengan kalkulator dapat dicari :
Cara 1) Shift Cos ( -tan-610' x tan-20 ) = Shift o’” 92 15' 13,56" : 15 = shift o'" 6j9m0,91d
Cara 2) 610' +/- tan +/- x 20 +/-tan = shift o'" 92 15' 13,56" :15 = shift o'" 6j9m0,19d
Jadi lama siang di Jakarta pada tanggal 21 januari adalah 2 x 6j9m0,19d = 12j18m1,81d dan lama malam adalah 24-12j18m1,81d = 11j41m58,19d
b. berapa lama siang dan malam di Jakarta pada tanggal 10 september, jika lintang Jakarta = 610' LS dan deklinasi matahari = 5
 Rumus  Cos to = -tan p dan d
Cos to = -tan -610' x tan 5
Dengan kalkulator dapat di cari :
Cara 1) Shift Cos ( -tan-610' x tan 5 ) = Shift o'"  89 27' 30,19" : 15 = shift o'" 5j57m50,01d
Cara 2) 610' +/- tan +/- x 5 +/-tan = shift o'" 8927' 30,19" :15 = shift o'" 5j57m50,01d
Jadi lama siang di Jakarta pada tanggal 10 september adalah 2 x 5j57m50,01d = 11j55m40,03d dan panjang malam adalah 24j - 5j57m50,01d = 12j4m19,97d[26]
E.      TRANSFORMASI ANTARA SISTEM KOORDINAT HORIZONTAL DAN SISTEM KOORDINAT SUDUT WAKTU[27]
Transformasi dari SKH ke SKSW dilaksanakan dalam dua langkah rotasi. Langkah pertama ialah rotasi dengan poros sumbu Z berlawanan arah perputaran jarum jam sebesar 180 dan langkah kedua ialah rotasi dengan poros sumbu Y searah perputaran jarum jam sebesar (90 - ). Hasil transformasinya ialah kedudukan salib sumbu koordinat (X, Y, Z) seperti gambar 2
Gambar 2
rumus transformasinya ialah
= R2 R3       ………………………………….. ( 3.31 )
  = R3 R2        …………………………………. ( 3.32 )
Contoh Perhitungan
Komponen kordinat benda langit X pada epok T dalam SKH untuk lintang tempat pengamatan  = 7 LS (geosentrik/ aparen) ialah A = 135 dan a =  45. Berapakah sudut waktu dan deklinasi benda langit tersebut ?
Perhitungan
Transformasi dari SKH ke SKSW
=  =
R2 R3  =    
                                           =
= R2 R3  =
t =  
transformasi dari SKSW ke SKH
=
R3 R2
                                            
R3 R2
A =
A =
Dalam keterangan lain[28] dijelaskan bahwa transformasi koordinat dari sistim horizon ke sistem sudut waktu dilakukan dengan rotasi sistem horizon sekitar sumbu z sebesar  = 180 dan sekitar sumbu Y sebesar  = (90 - ), sehingga
Dimana sesuai dengan yang telah kita definisikan,
                                                    
                                      
 dan

Perkalian matriks dalam hubungan di atas menghasilkan X,Y danZ sistim sudut waktu serta rumus-rumus segitiga astronomi.
Untuk mencari dan t, digunakan hubungan :
                          
                          
Kemudian untuk transformasi dari sistem acuan horizontal ke sistem acuan ekuator, atau sebaliknya[29] kita lihat gambar 3
   gambar 3
Misalnya st adalah suatu benda langit, digambarkan letaknya pada suatu tempat tertentu pada bola langit. Disini kita dapatkan suatu segitiga bola dengan titik-titik sudutnya KLU, st dan z. sisi-sisinya mempunyai harga (90 - h), (90 -). Dengan menggunakan rumus cosinus, dapat dinyatakan dengan
Cos (90 -h) = cos (90 - ). Cos (90 - ) + sin (90 - ). Sin (90 - ). Cos t
Dengan catatan : h = ketinggian benda langit
  = Lintang tempat
  = deklinasi benda langit
t = sudut waktu
persamaan itulah yang kita gunakan untuk menghitung ketinggian (h). apabila  dan t telah diketahui, maka h dapat diketahui pula berdasarkan rumus diatas. Jadi bila tiga unsure telah diketahui maka unsure keempat dapat dihitung. Jika lintang tempat dan deklinasi berada disebelah utara equator harganay positif, sedangkan yang diselatannya negative.
Kemudian azimuth (A) kita hitung melalui segitiga bola dengan rumus
Cotg (360 - A) = sin (90 - ). Cotg (90 - ). Cosec t-cos (90 - ) cotg t
Atau
Cotg (A) = -cos  tg  cosec t + sin  cotg t
Selain dengan menggunakan persamaan diatas, A dapat dicari pula dengan memakain rumus sinus, setelah h diketahui.
Sin A =  sin t
Sebagai kebalikannya, kita dapat melakukan transformasi dari sistem acuan horizontal kedalam sistem acuan ekuator dengan menggunakan segitiga bola yang sama. Rumus cosinus menghasilkan pula
Sin  = sin . Sin h + cos  . Cos h. cos A
Dan bentuk persamaannya menghasilkan
Cotg t = -cos . Tg h. cosec A + sin . Cotg A
Jadi deklinasi dan sudut jam dapat dihitung jika ketinggian dan azimuth disuatu tempat dengan lintang diketahui sebelumnya.
F.      PENUTUP
Transformasi adalah pengubahan ; perubahan bentuk (rupa). Transformasi koordinat berarti perubahan dari satu koordinat ke koordinat lain. Transformasi koordinat ini juga berfungsi untuk mengetahui waktu shalat, arah kiblat dan untuk mengetahui awal bulan qomariyyah.




[1] Pius a partanto dan M. Dahlan al-Barri, Kamus Ilmiyah Populer,arkola, Surabaya, 1994, h. 758




[2] Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet II, 2008, h. 127
[3] Maskufa, ilmu falaq, gaung Persada Press, Jakarta, 2009, h 61. Dalam keterangan lain yang disebut oleh K.J Villanueva, dalam bukunya Astronomi Geodesi, menerangkan bahwa bola langit adalah suatu bola pembantu dengan jari-jari sembarang (satuan), kemana arah-arah kebintang-bintang, arah sumbu putar bumi, arah vertikal-vertikal dan lain-lain arah dipindahkan sejajar sehingga melalui titik pusat bola pembantu ini.
[4]  Encup Supriatna, Hisab Rukyat & aplikasinya, PT Refika aditama, bandung, 2007, h xii
[5]  A. Jamil, Ilmu Falak (teori & Aplikasi), Amzah, Jakarta, 2009, h 11
[6]  Maskufa, Op.cit, h. 62
[7] Ibid, h 63
[8] Encup Supriatna, Hisab,.. Op.cit. kadang-kadang diukur dari titik selatan kearah barat.
[9] Susiknan Azhari, Ilmu falak Perjumpaan khazanah islam dan sains modern, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, Cet II,h. 23. Lingkaran Horizon adalah salah satu lingkaran besar pada bola langit yang membagi bola langit menjadi dua bagian sama besar, yaitu bagian yang menyebalah ke titik zenith dan bagian yang menyebelah ke titik nadzir
[10] Lingkaran vertikal yaitu lingkaran pada permukaan bola langit yang menghubungkan ttitik zenith dengan titik nadzir
[11]  Maskufa, op.cit, h. 63. M. Sayuti ali mendevinisikan Azimut benda langit sebagai jarak dari titik utara ke lingkaran vertikal melalui benda langit tersebut diukur sepanjang lingkaran horizon menurut arah perputaran jarum arloji, jadi melalui titik timur, titik selatan, dan titik barat
[12] Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan khazanah Islam dan sains modern, op.cit, h. 23.
[13]M. Sayyuthi Ali, Ilmu falak 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, h 15
[14] Djawahir Fahrurrazi & Bilal Ma’ruf, sistem koordinat, teknik Geodesi fakultas teknik Universitas Gajah Mada, 2010 , h 52
[15] Slamet Hambali, Buku Praktis Ilmu Falaq tentang penentuan awal waktu sholat penentuan arah kiblat diseluruh dunia, Semarang, 1988, h 9. Sedangkan tinggi kulminasi adalah jarak yang dihitung dari ufuk sampai dengan (suatu) bintang dalam kedudukan yang tertinggi (waktu dhuhur). Jarak zenith (z) dan tinggi kulminasi (h) adalah jarak dari ufuk sampai dengan zenith (90)
[16] Ibid h 9-11
[17] Slamet Hambali, Op.Cit, h 61
[18] Maskufa. Op.cit, h 67. Sedangkan menurut Encup Suprinata sudut waktu adalah suatu titik kutub langit yang dibentuk oleh perpotongan antara lingkaran meridian dengan lingkaran waktu yang melalui suatu objek tertentu di bola langit.
[19] Slamet Hambali, Op.Cit, h 17
[20] Lingkaran ekuator yaitu lingkaran pada bola langit yang merupakan proyeksi dari lingkaran katulistiwa. Lingkaran ekuator termasuk jenis lingkaran besar. Oleh karenanya ia bertitik pusat pada titik pusat bola langit. Di sebut ‘ekuator’ karena ia merupakan lingkaran pertengahan yang membagi bola langit menjadi dua bagian sama desar, yaitu belahan bagian utara dan belahan bagian selatan. Lingkaran ini sudah tentu berpotongan tegak lurus dengan lingkaran waktu. Jarak dari kefua kutub langit kelingkaran ekuator ini sama besarnya yaitu 90
[21] Lingkaran waktu yaitu lingkaran pada bola langit yang menghubungkan kedua titik kutub. Lingkaran waktu ini bertitik pusat pada tiitik pusat bola langit. Oleh karenanya ia merupakan lingkaran besar. Dengan demikian lingkaran meridian juga merupakan lingkaran waktu, hanya ia mempunyai keistimewaan, yaitu melalui titik zenith dan titik nadzir. Lingkaran waktu ini sering juga disebut lingkaran deklinasi, karena melalui lingkaran inilah deklinasi suatu benda langit diukur. Sedangkan lingkaran deklinasi sendiri menurut maskufa adalah lingkaran besar yang melalui KU dan KS bola langit, lingkaran ini disebut juga lingkaran waktu atau lingkaran jam.
[22] Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan khazanah Islam dan sains modern, op.cit, h. 23. Sedangkan menurut Maskufa deklinasi benda langit adalah jarak busur pada lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu yang  melalui benda langit tersebut dihitung dari equator bola langit 0-90 kearah utara (positive) dan ke selatan (negative)
Dalam buku satuthi Ali deklinasi adalah jarak suatu benda langit ke Equator langit diukur diukur melalui lingkaran waktu dan dihitung dengan derajat, menit, dan sekon. Berhubungan dengan itu lingkaran waktu disebut juga lingkaran deklinasi.
[23] Encup Supriatna, op.cit, 2007, h 23
[24] Keterangan bapak Slamet Hambali pada tanggal 19 april 2010
[25] Slamet Hambali, Op.Cit, h 57
[26] Maskufa, op.cit, h 65-67
[27] Djawahir fahrurrozi bilal ma’ruf. Op.cit, h 58-60
[28] K. J. Vilianueva, Astronomi Geodesi, Departemen geodesi fakultas teknik sipil dan perencanaan ITB, bandung, 1978, h 41
[29] Tim bagian proyek pembinaan administrasi hukum dan peradilan agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qomariyah, Bagian proyek pembinaan administrasi hukum dan Peradilan Agama, 1983, h 22-23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar